%5BMuhammad%20Mustafa%20Al-A'zami%5D%20Sejarah%20Teks%20Al-Quran
%5BMuhammad%20Mustafa%20Al-A'zami%5D%20Sejarah%20Teks%20Al-Quran
%5BMuhammad%20Mustafa%20Al-A'zami%5D%20Sejarah%20Teks%20Al-Quran
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
This document is created dan Ubayy with bin trial Ka'b version yang seperti of CHM2PDF itu, maka anggapan Pilot 2.15.74.<br />
di atas tidak dapat dipertahankan dan, hal ini<br />
merupakan sebuah kekeliruan. Apa yang dimaksud Zaid pada dasarnya ia hanya mencari ayat-ayat<br />
tertulis dari berbagai sumber yang masih tercecer untuk dicocokkan dengan apa yang telah dihafal -<br />
para huffaz. Dengan cara demikian, tiap orang berpartisipasi dalam proses pengumpulan. Tak ada<br />
orang siapa pun yang memiliki sebagian ayat kemudian tak diikutsertakan. Demikian juga tak<br />
seorang pun memiliki alasan untuk menyatakan sikap prihatin tentang ayat-ayat yang dikumpulkan<br />
dan tak seorang pun melakukan komplain bahwa naskah yang dikumpulkan hanya dari beberapa<br />
pilihan orang tertentu.19<br />
Ibn Hajar memberi perhatian secara khusus terhadap keterangan yang diberikan Zaid, "Saya dapati<br />
dua ayat terakhir dalam Surah al-Bara'h hafalan ada pada Abu Khuzaima al-Ansari," membuktikan bahwa<br />
tulisan yang ada pada Zaid serta hafalannya dianggap tidak mencukupi. Segala sesuatunya memerlukan<br />
pengesahan.20 Lebih lanjut In Hajar mengatakan,<br />
Abu Bakr tidak memberi wewenang padanya agar menulis kecuali apa yang telah tersedia<br />
dalam bentuk tulisan berupa kertas kulit. Itu adalah sebab utama Zaid tidak mau<br />
memasukkan ayat terakhir dari Sarah alBara’ah sebelum ia sampai dengan membawa<br />
bukti suatu ayat yang telah tertulis (dalam bentuk tulisan), kendati ia mempunyai banyak<br />
sahabat yang dengan mudah untuk dapat mengingat kembali secara tepat dari hafalan<br />
mereka.<br />
vi. Keaslian Al-Qur'an: Masalah Dua Ayat Terakhir Surah Bara'ah<br />
Kata-kata tawatur ( ) merupakan ungkapan umum dalam lexicon Islam. Misalnya, Al-Qur'an<br />
telah dialihkan melalui kata mutawatiratau naskah tertentu dibangun dengan sistem mutawatir. Kata<br />
tawatur ditujukan pada pengumpulan informasi dari berbagi sumber dan perbandingan di mana jika<br />
sebagian besar menyetujui suatu bacaan, maka hal yang demikian memberi keyakinan akan keaslian<br />
bacaan itu sendiri. Selama tidak ada kesepakatan ilmiah tentang jumlah saluran atau perorangan yang<br />
diperlukan dalam mencapai tingkat tawatur, masalah utamanya adalah bagaimana mendapatkan<br />
ketentuan mutlak dan persyaratan untuk mencapai tujuan ini boleh jadi berbeda menurut ruang, waktu,<br />
serta lingkungan yang ada. Para ilmuwan biasanya tetap berpegang pada pendapat bahwa sekurangkurangnya<br />
mesti terdapat setengah lusin sumber riwayat yang lebih dikehendaki di mana dengan adanya<br />
jumlah yang lebih besar kemungkinan pemalsuan akan semakin mengecil dan lebih rumit.<br />
Kembali pada Sarah al-Bara'ah, di , mana dua ayat terakhir diberi pengesahan dan dimasukkan ke<br />
dalam mushaf, semata-mata berdasar atas kulit kertas dari Khuzaimah (serta saksi-saksi yang jadi<br />
kemestian), yang diperkuat dengan hafalan Zaid bin Thabit dan beberapa huffaz lainnya. Akan tetapi dalam<br />
hal kualitas sebagai kitab Al-Qur'an, bagaimana kita dapat menerima satu naskah kulit kertas dan<br />
beberapa hafalan para sahabat sebagai alasan tawatur yang dapat diterima? Anggaplah, jika dalam<br />
ruangan kelas berukuran kecil di depan dua atau tiga mahasiswa seorang guru besar membaca sebuah<br />
sya'ir pendek dari hafalannya dan setelah itu langsung tiap orang menanyakan beberapa mahasiswa<br />
tentang itu. Jika bacaan mereka sama, maka, kita memiliki kepastian secara mutlak bahwa hal itu seperti<br />
apa yang diajarkan sang guru besar.<br />
Sama juga halnya dengan ayat-ayat atau sumber-sumber yang ditulis dan dihafal, dengan syarat<br />
tidak ada kolusi di antara mereka (pemain), dan ini apa yang saya gambarkan secara empiris dalam kelas<br />
tadi. Begitu juga dengan masalah Surah al-Bara'ah di mana tidak ada perselisihan tentang sumbersumber<br />
yang ada, walaupun ada perselisihan itu relatif sangat kecil, menjadikan dasar yang cukup memadai untuk<br />
kepastian. Dan guna meng-counter kekhawatiran konspirasi terdapat argumentasi logis: kedua ayat<br />
tersebut tidak memiliki sesuatu yang baru secara teologis, tidak membicarakan tentang sebuah pemujaan<br />
famili tertentu, dan tidak pula memberi informasi tentang sesuatu yang tak terdapat dalam Al-Qur'an.<br />
Adanya konspirasi menciptakan ayat-ayat seperti itu sangat tidak masuk akal karena tidak ada<br />
kepentingan yang tampak yang mungkin lahir dari upaya pemalsuan.22 Dalam suasana seperti ini di mana<br />
Allah swt. secara pribadi menjamin sikap kejujuran para sahabat terhadap Kitab Suci-Nya, maka kita<br />
dapat menarik kesimpulan akan adanya tawatur yang cukup dalam menentukan keputusan akhir ayat-ayat<br />
tersebut.<br />
vii. Penyimpanan Suhuf dalam Arsip Kenegaraan<br />
Setelah tugas terselesaikan, kompilasi Al-Qur'an disimpan dalam arsip kenegaraan di bawah<br />
pengawasan Abu Bakr.23 Kontribusinya seperti yang kita dapat simpulkan adalah penyatuan fragmentasi<br />
Al-Qur’an dari sumber pertama, kemudian ia menjelajah ke seluruh kota Madinah dan menyusunnya untuk<br />
transkripsi penulisan ke dalam satu jilid besar (master volume). Kompilasi ini disebut dengan istilah suhuf.