11.05.2013 Views

%5BMuhammad%20Mustafa%20Al-A'zami%5D%20Sejarah%20Teks%20Al-Quran

%5BMuhammad%20Mustafa%20Al-A'zami%5D%20Sejarah%20Teks%20Al-Quran

%5BMuhammad%20Mustafa%20Al-A'zami%5D%20Sejarah%20Teks%20Al-Quran

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.<br />

Gambar 6. 1: Garis pohon untuk sebuah teks tulisan pengarang<br />

Anggaplah urutan manuskrip mengikuti skema pohon seperti di atas. Pertimbangkan dua dari<br />

sistem skenario yang ada:<br />

Katakanlah bahwa penulis naskah asli hanya menghasilkan satu edisi buku di mana tidak<br />

ada edisi kedua atau perubahan pada edisi pertama. Maka ketiga naskah berikut tidak<br />

termasuk: (1). Buku yang ditulis sendiri (seluruh naskah yang ditulis oleh pengarang), (2).<br />

Satu manuskrip yangditulis dari naskah pengarang ash misalnya ditulis oleh A); dan (3)<br />

manuskrip lain yang muncul kemudian (mungkin ditulis oleh L). Maka sangat jelas bahwa<br />

yang kedua dan ketiga dianggap tak ada gunanya clan tidak dapat dipertimbangkan sewaktu<br />

mengadakan penyuntingan dari naskah yang ada, karena tak ada di antara mereka yang<br />

memiliki tingkatan yang sama dengan naskah asli tulisan tangan dari pengarang pertama.<br />

Satu lagi, andaikan ada satu edisi buku. Kemudian naskah tulisan ash bagaimanapun tidak<br />

ditemukan, penyunting harus memakai tiga manuskrip lain. Dua manuskrip ditulis oleh muridmurid<br />

si pengarang asli, kita sebut saja A dan B. Manuskrip ketiga X dikopi dari B. Maka X di<br />

sini tidak ada harganya. Penyunting harus berdasarkan seluruhnya kepada A dan B, dan<br />

tidak boleh membuang salah satu darinya karena keduaduanya mempunyai nilai yang sama.<br />

Demikianlah prinsip-prinsip penting kajian kritis naskah dan edisi penerbitan yang dikembangkan<br />

oleh pihak orientalis di abad kedua puluh. Ternyata empat belas abad yang silam, Zaid telah melakukan<br />

kegiatan persis seperti teori yang mereka buat. Sejak Nabi Muhammad menapakkan kaki di bumi<br />

Madinah, adalah merupakan titik permulaan kegiatan intensif penulisan. Banyak di antara para sahabat<br />

memiliki ayat-ayat Al-Qur'an yang mereka salin dari kertas kulit milik kawan-kawan serta para jiran.<br />

Dengan membatasi terhadap ayat-ayat yang disalin di bawah pengawasan Nabi Muhammad, Zaid<br />

meyakinkan bahwa semua materi yang beliau teliti memiliki tingkatan yang sama dan hal yang demikian<br />

memberi jaminan mutlak atas ketelitian yang dicapai. Setelah menghafal Al-Qur'an dan menulis banyak<br />

semasa duduk bersatna Nabi Muhammad, ingatan atau hafalan Zaid hanya dapat dikomparasikan dengan<br />

materi yang sama, bukan dengan naskah kedua atau ketiga.18 Maka arti itu, sikap keras Abu Bakr, `Umar<br />

dan Zaid atas materi dari tangan pertama dengan dua orang saksi dimaksudkan agar memberi dukungan<br />

anggapan clan guna memberi jaminan ada status yang sama. Di dorong oleh semangat yang meluap dari<br />

para pelakunya proyek tersebut berkembang menjadi upaya sebenarnya yang dilakukan oleh masyarakat:<br />

Kalifah Abu Bakr mengeluarkan undangan umum (atau seseorang dapat dianggap sebagai<br />

dekrit) guna memberi peluang pada setiap orang yang mampu untuk ikut berpartisipasi.<br />

Proyek tersebut dilakukan di dalam masjid Nabi Muhammad, sebagai .pusat berkumpul.<br />

Dalam memberi respons terhadap instruksi seorang khalifah, ‘Umar berdiri di depan pintu<br />

gerbang masjid mengumumkan pada setiap orang yang memiliki tulisan ayat Al-Qur'an yang<br />

dibacakan oleh Nabi Muhammad agar membawanya ke masjid. Bilal juga mengumumkan hal<br />

yang sama ke seluruh lorong jalan jalan di kota Madinah.<br />

v. Zaid bin Thabit Memanfaatkan Sumber Hafalan<br />

Ini kelihatan jelas bahwa perhatian ditumpukan kepada ayat yang tertulis, sumber utama tulisan yang<br />

ditemukan-baik di atas kertas kulit, papan-papan kayu, atau daun-daun ( ) dst.-tidak hanya<br />

diverifikasi dengan hanya melalui tulisan-tulisan yang lainnya saja tetapi juga melalui hafalan para sahabat<br />

yang belajar langsung dari Nabi saw. Dengan meletakkan dasar-dasar persyaratan yang begitu ketat<br />

dalam penerimaan baik dari segi tulisan maupun hafalan, maka kesamaan status akan lebih terjamin.<br />

Dalam keadaan apa pun Zaid bin Thabit selalu merujuk pada hafalan orang lain: "Al-Qur'an saya<br />

kumpulkan dari berbagai bentuk kertas kulit, potongan tulang, dan dari dada para penghafal." Dalam hal ini<br />

az-Zarakhasi memberi ulasan,<br />

Keterangan ini telah menyebabkan kalangan tertentu menganggap bahwa tak ada seorang pun yang<br />

hafal seluruh Al-Qur'an pada zaman kehidupan Nabi Muhammad. Melihat anggapan Zaid bin Thabit

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!