%5BMuhammad%20Mustafa%20Al-A'zami%5D%20Sejarah%20Teks%20Al-Quran
%5BMuhammad%20Mustafa%20Al-A'zami%5D%20Sejarah%20Teks%20Al-Quran
%5BMuhammad%20Mustafa%20Al-A'zami%5D%20Sejarah%20Teks%20Al-Quran
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
This document kepada is created murid-murid with Hammad trial version yang of lain. CHM2PDF Guna membuktikan Pilot 2.15.74.<br />
ucapannya, Ibn Ma'in bergegas menuju jalanjalan<br />
di kota Basrah yang sibuk menemui Musa bin Isma'il (murid Hammad yang lain). Musa bertanya<br />
kepadanya, "Apakah anda belum pernah membacakan buku itu pada yang lain?"23 la menjawab, "Saya<br />
telah membaca keseluruhannya di depan tujuh betas orang murid Hammad, dan Anda adalah yang ke<br />
delapan betas." Musa tak habis pikir terbengong-bengong keheranan apa perlunya melakukan bacaan<br />
pada orang sebanyak itu dan ia menjawab, "Hammad bin Salamah telah melakukan kesalahan dan muridmuridnya<br />
membuat lebih banyak lagi. Saya sekadar ingin membedakan kesalahan Hammad clan muridmuridnya.<br />
Apabila saya temukan semua murid Hammad serentak membuat kesalahan, maka Hammadlah<br />
yang saya anggap sebagai sumber bencana. Namun, jika saya temukan kebanyakan muridnya<br />
mengatakan sesuatu, clan satu orang murid lagi berlainan, maka murid mereka yang mesti memikul<br />
beban tanggung jawab kesalahan. Dengan cara ini, saya dapat membedakan kesalahan seorang guru dan<br />
murid-muridnya."24<br />
Dengan mengikuti metode ini Ibn Win dapat mengenal warna-warni murid dalam menyingkap<br />
kemampuan masing-masing. Demikianlah pijakan penting dalam menilai para perawi hadith sehingga<br />
meletakkan mereka ke dalam beberapa kelompok. Ibn Ma'in bukanlah penemu dan bukan pula orang<br />
pertama melakukan metode ini, sejauh yang saya ketahui, ia ilmuwan pertama yang mampu<br />
mengekspresikan secara jelas. Sebenarnya skema seperti ini sudah dilakukan sejak zaman Khalifah Abu<br />
Bakr meski ketika itu terdapat perbedaan kuantitas dokumen yang dilacak secara jeli, namun dari segi<br />
kualitas usaha itu memang sudah ada.25<br />
(c) Klasifikasi Para Perawi<br />
Gabungan sifat 'adl dan keilmuan yang benar pada pribadi seseorang membuahkan gelar umum<br />
sebagai "orang tepercaya" (thiqqah). Di antara pakar hadith ada yang membuat penilaian lebih spesifik<br />
dengan menggunakan sifatsifat itu dalam membuat dua belas kategori: yang tertinggi bergelar imam<br />
(pemimpin) dan yang terendah bergelar kadhdhab (pendusta). Penekanan pada urutan derajat (ranking)<br />
para perawi in( memaksa mereka mendapatkan biodata mereka, guna memasukkan pertumbuhan cabang<br />
ilmu baru, al-Jarh wa atta 'dil, yang menawarkan sejumlah besar pada perpustakaan mengenai biografi<br />
perawi yang mencapai ribuan jilid.26<br />
ii. Jaringan Riwayat yang Tak Terputus<br />
Jika sikap amanah jadi kata kunci diterimanya suatu riwayat, maka keberadaan jaringan yang tak<br />
terputus merupakan syarat kedua. Jaringan mata rantai ini dalam ilmu hadith disebut isnad. Menetapkan<br />
nilai setiap isnad pada intinya akan melibatkan kajian biodata perawi yang tertera namanya (dalam contoh<br />
yang lalu, seperti A, B, dan C) di mana jika dinyatakan mulus dalam testing moral dan kemantapan ilmu,<br />
berarti membuka peluang kesiapan dalam menghakimi status isnad itu. Kita juga mesti yakin bahwa<br />
setiap perawi mengambil pernyataan dari yang lain: jika C tidak secara langsung mengambil dari B, atau B<br />
tidak ada kontak sama sekali dengan A, berarti jaringannya jelas cacat. Sekalipun kita menemukan<br />
jaringan mata rantai itu tidak terputus, tidak juga memberi jaminan analisis kita telah dianggap sempurna.<br />
iii. Memberi Dukungan atau Sebaliknya<br />
Langkah akhir adalah pemeriksaan silang menyeluruh terhadap isnadisnad lainnya. Katakanlah kita<br />
memiliki satu pasangan ilmuwan tepercaya, E dan F, yang juga meriwayatkan dari A, seperti halnya<br />
dalam jaringan A-E-F. Sekiranya mereka menyampaikan pernyataan mengenai A dan cocok dengan<br />
pernyataan A-B-C, maka hal ini selanjutnya akan menguatkan permasalahan yang ada yang kita istilahkan<br />
sebagai mutaba 'ah. Tetapi apa jadinya jika kedua pernyataan itu tidak setaraf? Jika E dan F ternyata<br />
mengungguli B dan C, hal ini akan melemahkan laporan yang diberikan oleh B dan C; dan dalam hal ini<br />
riwayat yang diberikan oleh A-B-C dalam ilmu hadith disebut syadh (nyeleneh lagi lemah). Keberadaan<br />
jaringan mata rantai ke tiga dan ke empat yang melengkapi laporan versi A-E-F akan membantu dan<br />
menguatkan argumentasi dalam menepis A-B-C. Akan tetapi, jika perawi E dan F memiliki kemampuan<br />
yang serupa dengan B clan C, nasib A akan dianggap sebagai mud tarib (memusingkan). Jika A-B-C<br />
menyatakan sesuatu yang bertentangan dengan A-EF, tetapi sejalan dengan ratusan riwayat lain (yang<br />
bersumber selain A), maka khabar berita (riwayat) A-E-F mesti dibuang ke wilayah pinggiran.<br />
iv. Satu Ujian Masalah Isnad yang Mengelirukan<br />
Cerita-cerita miring, atau yang bukan-bukan, kadang-kadang dapat juga dipahami. Karena<br />
kekurangan ilmu mengenai sistem kritikan jaringan perawi hadith, beberapa pakar (jarang melibatkan pakar<br />
hadith yang masyhur) membuat laporan bohong (palsu), dan berusaha membela atau menepis dengan<br />
menguras banyak energi (tenaga). Sebagai contoh,<br />
al-Dhahabi mengutip laporan al-A'masy, "Saya mendengar (sami' tu) Anas bin Malik [seorang Sahabat<br />
ternama] membaca ( ). Ketika dikatakan, 'Hai Anas, yang betul adalah<br />
maka ia menjawab, dan dua-duanya sama." AI-Dhahabi menganggap jaringan mata<br />
rantai riwayat itu benar adanya,27 begitu juga 'Abdus Sabur Shahin, bagaimana pun berusaha