02.07.2013 Views

pedalangan jilid 2

pedalangan jilid 2

pedalangan jilid 2

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

316<br />

Dalam adegan undur-undur minta sraya terkadang di selingi<br />

vokal ada-ada atau bendhengan kemudian di sambung tantang-tantangan<br />

kemudian baru gending iringan selanjutnya di bunyikan berdasarkan<br />

kebutuhan dan permintaan ki dalang.<br />

8.4.10. Jejer Pathet Wolu – Gara-gara<br />

Jejer Pathet Wolu adalah adegan jejeran yang di laksanakan<br />

setelah jejer Pathet Sepuluh atau jejer wiwitan, dan lazim di sebut<br />

jejer pindho. Perubahan Pathet pada pakeliran Jawatimuran tidak<br />

di dahuli oleh bentuk Pathetan seperti pada pakeliran gaya Jawatengahan<br />

(Surakarta) di setiap perubahan adegan.<br />

Perubahan Pathet pada pakeliran gaya Jawatimuran di tandai<br />

oleh perubahan garap ricikan saron/pancer kembangan saronan<br />

dan vokal kombangan yang di laksanakan oleh dalang. Di dalam jejer<br />

Pathet Wolu atau jejer pindho biasanya langsung di lanjutkan<br />

adegan gara-gara bersama tokoh Semar, Bagong, dan Besut. Pada<br />

adegan gara-gara ini suasana pakeliran diubah menjadi lebih rileks<br />

atau santai, karena adegan ini dibuat lucu, penuh canda tawa untuk<br />

mengendurkan dan menyegarkan suasana yang tegang dampak dari<br />

bagian alur ceritera yang telah berlangsung sebelumnya. Di samping<br />

itu juga berfungsi untuk menarik minat dan menghibur penonton agar<br />

tidak jenuh. Bahkan dalam membuat kejutan ki dalang tak jarang<br />

memberi kesempatan kepada para penonton untuk berpartisipasi<br />

dan bersama-sama menyanyi atau melantunkan tembang dengan<br />

waranggana pilihannya.<br />

Adapun gending-gendingnya bersifat bebas, tergantung selera<br />

penonton dan kemampuan pengrawit yang mengiringinya. Gending<br />

yang dibunyikan tidak hanya terbatas gending-gending Jawatimuran<br />

saja, tetapi juga gending-gending daerah lain. Misalnya Sekar<br />

Dhandhanggula, Sinom, Pangkur, Asmaradana, Banyuwangian, Banyumasan,<br />

dan lagu-lagu Campursari yang saat ini sedang populer<br />

di masyarakat.<br />

Pada adegan gara-gara ini Pathet utama yang seharusnya<br />

masih diterapkan tidak menjadi patokan atau pertimbangan pokok<br />

bahkan dalam sajiannya bisa saja meminjam Pathet, istilah yang lazim<br />

digunakan pada pergelaran wayang kulit semalam suntuk. Artinya<br />

Pathet yang seharusnya di laksanakan pada suasana adegan<br />

atau wayah sebelumnya dan atau suasana adegan sesudahnya dapat<br />

saja diterapkan khusus dalam adegan ini. Maksudnya di dalam<br />

tradisi wayangan semalam suntuk ada pembagian waktu melaksanakan<br />

Pathet. Wayangan Jawatimuran sesuai pakemnya (Pathet utama)<br />

ketika adegan ini berlangsung adalah dalam suasana adegan<br />

atau wayah Pathet Wolu, sedangkan wayangan gaya Surakarta pada<br />

suasana adegan atau wayah Pathet Sanga.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!