Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Pembahasan Ahma<strong>di</strong>yyah<br />
blunder. Faktor yang kedua, dan inilah faktor yang terutama,<br />
ialah, terletak pada sang nabi In<strong>di</strong>a itu sen<strong>di</strong>ri. Antara<br />
lain, faktor kejiwaannya, faktor kon<strong>di</strong>si tubuhnya dan faktor<br />
sejarah yang terja<strong>di</strong> <strong>di</strong>sekelilingnya maupun yang terja<strong>di</strong><br />
sebelum ia muncul dengan seribu satu macam pangkat itu.<br />
Allah s.w.t. berfirman dalam Al-Qur'an, surah At-Thaariq<br />
ayat 5 dan 6, bahwa manusia <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan dari air yang<br />
terpencar. ("khuliqa min main- dzaafiq") surah Al-Mursalaat<br />
ayat 20, bahwa manusia <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan dari air yang kotor. ("Alam<br />
nakhluqum min main mahiin?"). Itulah "air" keja<strong>di</strong>an manusia<br />
yang terdapat dalam Al-Qur'anul Karim. Jelas bahwa mereka<br />
itu ("wa hum" <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan dari-min maa'in dzafiq, wa hum min<br />
maain mahiin, wa hum min fasyal).<br />
Sedangkan wahyu Tuhan pada Mirza Ghulam Ahmad bahwa ia<br />
terbikin dari "airTuhan" hanyalah satu kiasan semata?!<br />
Terserah bila itu hendak <strong>di</strong>paksakan menja<strong>di</strong> satu kias. Namun<br />
yang jelas itu bukan hanya satu kias belaka; melainkan juga<br />
satu bukti betapa tingginya derajat Mirza pada sisi<br />
tuhannya.<br />
Contoh kedua yang <strong>di</strong>kemukakan <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> yaitu: ayat 54 surah<br />
Rum, kamu <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan dari kelemahan, "khalaqakum min<br />
dhu'fin." Ayat ini sebenarnya masih panjang, tapi <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong><br />
hanya mengambil sepotong ayat saja. Kembali pada hobby<br />
mereka lagi. Padahal lengkapnya ayat itu berbunyi:<br />
"Allah menja<strong>di</strong>kan kamu dari lemah (min dha'fin, bukan<br />
dhu'fin), kemu<strong>di</strong>an sesudah lemah itu kamu <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan<br />
kuat, dan sesudah kuat itu kamu balik lagi menja<strong>di</strong><br />
lemah dan tua. Dia menja<strong>di</strong>kan apa yang <strong>di</strong>kehendakiNya.<br />
Dia mengetahui lagi Kuasa."<br />
Jelas bahwa <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> terang-terangan: memotong ayat<br />
Al-Qur'an, merobah dha'fin menja<strong>di</strong> dhu'fin, mengartikan<br />
lemah dengan arti kias, padahal lemah <strong>di</strong> situ adalah arti<br />
yang sebenarnya. Satu perbuatan blunder !<br />
Contoh ketiga yang <strong>di</strong>kemukakan <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> yaitu ayat 249 dari<br />
surah Al-Baqarah. Ayat tersebut <strong>di</strong>kutip sebagai berikut:<br />
"Faman syariba minhu fa-laisa minni. Diartikan oleh<br />
<strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong>, siapa yang minum daripadanya (air-sungai)<br />
<strong>di</strong>a bukan daripada-KU." <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> langsung bertanya:<br />
"Apakah ini berarti bahwa orang yang tidak minum air<br />
sungai itu <strong>di</strong>a dari Tuhan? Ini senada dengan ilham<br />
hazrat Ahmad <strong>di</strong> atas (anta min maina-pen.)12<br />
Ayat 249 suratul Baqarah <strong>di</strong> atas pernah kami kutip dalam bab<br />
file:///D|/elite-ebook/me<strong>di</strong>a.isnet.org/islam/<strong>Telanjang</strong>/AsnaghasWahyu.html (4 of 9)14/05/2006 21:47:11