Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Pembahasan Ahma<strong>di</strong>yyah<br />
adalah wujud Mirza Ghulam Ahmad.7<br />
Apakah yang demikian itu, tidak suatu penghormatan pada nabi<br />
Muhammad oleh Mirza Ghulam?! Maka, terimalah nabi yang<br />
datang dari Allah ini, demikian seru seorang <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong>.8<br />
Akan tetapi <strong>di</strong>lain kesempatan datang ancaman keras dari<br />
<strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> pada mereka yang tidak mau percaya pada kenabian<br />
Mirza, dengan kata-kata lantang:<br />
"bahwa semua orang Islam harus percaya pada nabi Mirza<br />
Ghulam Ahmad; kalau tidak, berarti mereka tidak<br />
mengikuti ajaran-ajaran Al-Qur'an. Dan siapa-siapa yang<br />
tidak mengikuli Al-Qur'an maka ia bukan muslim. Dan<br />
barangsiapa mengingkari seorang nabi, menurut istilah<br />
agama Islam <strong>di</strong>sebut kafir!"9<br />
Demikian <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong>, mula-mula mereka memuji-memuji Nabi<br />
Muhammad, kemu<strong>di</strong>an minta agar ia <strong>di</strong>akui sebagai nabi,<br />
akhirnya ia mengancam vonnis kafir bagi siapa-siapa yang<br />
tidak mau percaya kenabiannya. Jelas <strong>di</strong>sini adanya<br />
watak-watak munafik pada <strong>di</strong>ri Mirza Ghulam maupun<br />
pengikut-pengikutnya.<br />
Namun demikian apakah benar kaum Muslimin tidak mengikuti<br />
ajaran-ajaran Al-Qur'an bila tidak mengakui Mirza Ghulam<br />
Ahmad sebagai nabi? Untuk menjawab soal <strong>di</strong>atas sebaiknya<br />
kita lebih jauh melihat ajaran-ajaran <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> tentang<br />
sebab-sebabnya mengapa Mirza Ghulam memakai gelar nabi.<br />
Dalil-dalil yang <strong>di</strong>pakai <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> guna menguatkan landasan<br />
bagi tegaknya kenabian maupun kerasulan Mirza Ghulam, ialah<br />
dalil-dalil Al-Qur'an dan Ha<strong>di</strong>ts. Tentu saja menurut<br />
penafsiran cara-cara mereka sen<strong>di</strong>ri. Mula-mula dalil yang<br />
<strong>di</strong>pakai, berkisar pada ayat "khataman nabiyin" dalam surah<br />
Al-Ahzab ayat 40. Kata khatam <strong>di</strong>situ menurut <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> bukan<br />
berarti "penutup" melainkan termulya. Ja<strong>di</strong> nabi Muhammad<br />
adalah nabi yang "termulya," bukan nabi penutup. Oleh karena<br />
itu pengertian yang <strong>di</strong>berikan oleh sebagian orang-orang<br />
Islam terhadap kata khatam dengan pengertian pintu wahyu<br />
tertutup, bertentangan dengan kandungan Al-Qur'an dan<br />
sabda-sabda Rasulullah s.a.w.10<br />
Catatan kaki:<br />
1 Dalam kisah Beibel <strong>di</strong>katakan, bahwa bila Judas<br />
mencium Yesus, itu tidak berarti ia cinta pada Gurunya,<br />
melainkan ia telah merencanakan suatu pengkhianatan<br />
yang keji.<br />
2 lih: Saleh Nah<strong>di</strong>, selayang pandang <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong>, hal.41.<br />
3 lih: Mirza Mubarak Ahmad, Masih Mau'ud a.s., hal. 22<br />
4 lih: Mirza Mubarak Ahmad, Masih Mau'ud a.s., hal. 17.<br />
file:///D|/elite-ebook/me<strong>di</strong>a.isnet.org/islam/<strong>Telanjang</strong>/CiumanJudas.html (3 of 4)14/05/2006 21:44:10