Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Pembahasan Ahma<strong>di</strong>yyah<br />
Maka untuk kata-kata: "sebagian orang-orang Islam" itu<br />
hendaknya <strong>di</strong>hapus saja dan sebaliknya <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong><br />
berterus-terang bila menyebut jumlah yang sebenarnya, jangan<br />
bermain <strong>di</strong>plomasi. Belum lagi kaum Muslimin yang hidup<br />
sebelum pen<strong>di</strong>ri <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> itu muncul, generasi-generasi<br />
sampai pada Tabi'in dan para Sahabat Nabi s.a.w., mereka<br />
telah bertentangan dengan faham <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> yang menabikan<br />
orang dari Qa<strong>di</strong>an itu, dan alangkah malangnya nasib mereka<br />
yang salah mengerti itu. Ataukah mereka adalah orang-orang -<br />
hanifan, karena belum kedatangan seorang nabi (Mirza Ghulam<br />
Ahmad)?!<br />
Pen<strong>di</strong>rian bahwa <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong>lah yang haq, oleh karena hanya<br />
mereka yang memiliki nabi baru itu, maka untuk<br />
persiapan-persiapannya untuk menguatkan landasan berpijaknya<br />
Mirza Ghulam Ahmad <strong>di</strong>atas kenabiannya itu, tidak<br />
tanggung-tanggung lagi, mereka menggunakan dalil-dalil<br />
Al-Qur'an dan sabda-sabda Nabi Muhammad s.a.w.<br />
Kemball pada pegangan mereka yang mula-mula yakni kata<br />
"khatam" dari khataman nabiyin, menurut <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong>, perkataan<br />
khatam adalah perkataan yang ratusan kali dapat <strong>di</strong>jumpai<br />
dalam kata-kata lainnya yang menerangkan arti yang jelas<br />
yaitu bukan penghabisan atau penutup. Didalam Itqaan juz I<br />
<strong>di</strong>tulis, bahwa Imam Suyuthi adalah "khatam" bagi orang-orang<br />
Muhaqqiq, padahal orang Muhaqqiq (penyeli<strong>di</strong>k) tidak pernah<br />
henti-hentinya <strong>di</strong> dunia ini. Muhammad Rasyid Ridha, pujangga<br />
Mesir yang kenamaan menulis dalam tafsir Fatihahnya halaman<br />
148 tentang Syeikh Muhammad Abduh: "khatimul - A-immah ini<br />
tidak berarti Muhammad Abduh itu sebagai penutup dari<br />
pemimpin-pemimpin (Imam). Seorang penyair yang kenamaan<br />
yaitu Abu Tamam <strong>di</strong>katakan "khatam Asy-Syu'ara" penyair yang<br />
termulya. Tentu tidak dapat <strong>di</strong>katakan penutup dari semua<br />
penyair yang penghabisan. Singkatnya arti khatam tidak lain<br />
ialah mulya dan kalimat tersebut dalam ayat ta<strong>di</strong> <strong>di</strong>maksudkan<br />
Nabi Muhammad s.a.w. sebagai Nabi termulya dari semua<br />
nabi-nabi.3 Demikian <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> menjelaskan.<br />
Benarkah bahwa Suyuthi, Abduh dan Abu Tamam adalah<br />
orang-orang yang <strong>di</strong>gelari "khatam"? Jika salah seorang<br />
muridnya atau banyak muridnya atau semua<br />
pengikut-pengikutnya mengatakan bahwa Suyuthi adalah<br />
Muhaqqiq termulya, Abduh adalah Imam yang termulya, dan Abu<br />
Tamam adalah penyair yang termulya, maka biarkanlah mereka<br />
berkata demikian. Itu adalah hak mereka. Bahkan jika mereka<br />
mengatakan bahwa ketiga orang tersebut bergelar yang<br />
penghabisan atau penutup, itupun adalah hak mereka.<br />
Keyakinan yang mereka utarakan tentang ketiga orang itu<br />
adalah relatip. Kita dan siapapun juga berhak untuk menolak<br />
kedudukan khatam pada mereka itu.<br />
file:///D|/elite-ebook/me<strong>di</strong>a.isnet.org/islam/<strong>Telanjang</strong>/VonisKejut.html (2 of 6)14/05/2006 21:44:13