Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Pembahasan Ahma<strong>di</strong>yyah<br />
kata-kata: seolah-olah Allah Ta'ala tengah bergurau dengan<br />
beliau?!<br />
Lebih dari itu, mungkin <strong>di</strong>karenakan Mirza Ghulam sudah<br />
melihat dari sebagian wajahNya yang bercahaya dan mengkilap<br />
itu maka wajah Mirza kena kecipratan cahaya mengkilapnya<br />
Tuhan. Salah seorang cucunya yang bernama: Mirza Mubarak<br />
Ahmad tokoh pimpinan dalam instansi tahrikja<strong>di</strong>d yang<br />
mengemu<strong>di</strong>kan missi-missi <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> <strong>di</strong> luar Pakistan dan<br />
In<strong>di</strong>a, menyanjung kakeknya Mirza Ghulam Ahmad dengan<br />
kalimat-kalimat yang amat mengesankan:<br />
"Ketika hari raya Adha tiba, demikian Mubarak Ahmad<br />
bercerita, setelah beliau (Mirza Ghulam) duduk <strong>di</strong> kursi<br />
dan mulai berpidato, nampak seakan-akan beliau berada<br />
<strong>di</strong> alam lain. Mata beliau hampir-hampir tertutup dan<br />
wajah suci beliau begitu bercahaya nampaknya<br />
seakan-akan Nur Ilahy itu menyelimutinya dalam keadaan<br />
luar-biasa bercahaya dan terang. Pada saat itu wajah<br />
beliau sukur <strong>di</strong>pandang dan dari kening beliau cahaya<br />
demikian memancar-mancar, sehingga, menyilaukan tiap<br />
orang yang memandangnya."17<br />
Selanjutnya sang cucu meneruskan puja-pujinya terhadap<br />
kakeknya dengan mengatakan bahwa beliau (Mirza Ghulam)<br />
adalah Satu nur yang <strong>di</strong>zhahirkan ke dunia untuk menyinari<br />
ummat manusia.18 Beliau adalah juga Bulan Purnama yang<br />
sempurna.19<br />
Dengan gelar satu Nur dan Bulan Purnama yang sempurna itu,<br />
maka sebenarnya Mirza Ghulam Ahmad boleh <strong>di</strong>pastikan, bahwa<br />
pada wajahnya terdapat satu cahaya yang sedap <strong>di</strong>pandang.<br />
Akan tetapi kalau mengingat kata-kata Mubarak Ahmad bahwa<br />
Mirza pada keningnya ada cahaya demikian memancar-mancar<br />
sehingga menyilaukan setiap orang yang memandangnya, maka<br />
apakah gerangan kiranya cahaya yang melekat <strong>di</strong> dahi Mirza<br />
Ghulam itu?! Kalau tidak sinar cahaya sang surya, mungkinkah<br />
ia cahaya mercusuar, yang langsung menyorot mata-mata para<br />
pengikutnya dari jarak yang tidak jauh, katakanlah tiga mil<br />
laut?!<br />
Catatan kaki:<br />
1 lih. Mirza Ghulam Ahmad, perlunya seorang Imam Zaman,<br />
terjemah: R. Ahmad Anwar, 1996, P.P. Majlis Chuddamul<br />
<strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> Indonesia, Jakarta, hal. 17.<br />
2 lih. idem hal. 17.<br />
3 lih. idem hal. 17.<br />
4 lih. Saleh A. Nah<strong>di</strong>, <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> selayang pandang,<br />
Khuddamul <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong>, Surabaya 1963, hal. 27<br />
5 lih. Saleh A. Nah<strong>di</strong>, Soal-Jawab <strong>Ahma<strong>di</strong>yah</strong> 1, Ujung<br />
file:///D|/elite-ebook/me<strong>di</strong>a.isnet.org/islam/<strong>Telanjang</strong>/LampuAla<strong>di</strong>n.html (4 of 5)14/05/2006 21:43:57