19.06.2013 Views

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Sering kali ada anggapan bahwa kebenaran harus dibayarkan dengan keadilan. Namun,<br />

seperti dibicarakan di muka tentang peradilan pidana, konstruksi pengetahuan publik tentang<br />

masa lalu yang penuh penindasan memiliki berbagai bentuk, sehingga pilihan antara<br />

penyelidikan pidana atau penyelidikan sejarah tidak identik dengan pilihan antara keadilan<br />

atau kebenaran. Yang menjadi pertanyaan adalah “kebenaran” yang bagaimana?<br />

Ciri utama rezim kebenaran dalam masa transisi berkaitan dengan sejauh mana<br />

masyarakat yang baru dapat mentolerir berbagai representasi “kebenaran”. Bila transisi bisa<br />

dicapai dengan janji adanya rekonsiliasi di masa depan antara berbagai elemen masyarakat<br />

yang terbagi-bagi, terdapat usaha untuk mencapai pandangan yang serupa tentang sejarah.<br />

Konsensus sejarah terkait erat dengan pembangunan konsensus politik. Dengan demikian,<br />

sering kali terdapat usaha untuk membatasi versi-versi lain dari sejarah, dan diberikanlah<br />

insentif bagi para korban dan pelaku untuk berpartisipasi dalam proses sejarah resmi.<br />

Pengampunan dan amnesti yang ditawarkan dan dijanjikan digunakan untuk mencegah<br />

timbulnya versi lain dari sejarah yang bisa melemahkan versi sejarah yang resmi, yang tampak<br />

dalam penyelidikan kontemporer di Afrika Selatan. Batasan yang diterapkan untuk mencegah<br />

munculnya versi-versi lain dari sejarah merupakan semacam “aturan pengendali”. 66 Bentukbentuk<br />

aturan pengendali lainnya tampak dalam konstitusi transisional, yang akan dibicarakan<br />

di bagian lain bab ini.<br />

Kebenaran tidak selalu sama dengan keadilan; namun ia juga tidak selalu terpisah.<br />

Pemahaman yang lebih baik adalah yang menganggap bahwa kebenaran adalah suatu elemen<br />

dari keadilan. Dengan demikian terdapat kedekatan antara pertanggungjawaban sejarah dan<br />

bentuk-bentuk pertanggungjawaban transisional lainnya, yang semuanya membangun<br />

pengetahuan bersama tentang masa lalu. Sejarah transisional memajukan tujuan epistemik dan<br />

ekspresif yang diasosiasikan dengan sanksi pidana. Kedekatan lain antara pertanggungjawaban<br />

historis dan pidana adalah pembebanan tanggung jawab individual untuk pelanggaranpelanggaran<br />

di masa lalu. Hal ini tampak jelas dalam Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di<br />

Afrika Selatan pasca-apartheid, di mana pengakuan sejarah dijadikan syarat untuk pemberian<br />

amnesti individual, kasus demi kasus. Sebagaimana dalam skema pidana, pengakuan<br />

individual ini memiliki unsur-unsur penghukuman, karena penyelidikan dilakukan untuk<br />

menetapkan kesalahan individu, dengan temuannya kemudian diungkapkan dalam masyarakat<br />

dalam proses ritual yang formal. Pengungkapan pelanggaran para pelaku itu dengan sendirinya<br />

merupakan bentuk penghukuman yang tidak formal, “memalukan” dan memberikan sanksi<br />

sosial bagi para pelakunya. Bentuk sanksi ini memiliki risiko pengutukan yang tidak terbatas,<br />

dan pada akhirnya dapat mengancam kedaulatan hukum. 67<br />

Satu kaitan lain antara keadilan historis dan bentuk-bentuk keadilan lainnya adalah<br />

pengungkapan kejahatan di masa lalu dapat memberikan suatu macam reparasi atau pemulihan<br />

bagi para korban, juga menarik garis pembatas antara rezim. Pengungkapan kisah para korban<br />

dapat “meluruskan” sejarah, seperti tuduhan kejahatan politik di masa sebelumnya, seperti di<br />

Amerika Latin, di mana banyak korban yang dihilangkan dituduh melakukan subversi.<br />

Rehabilitasi reputasi yang serupa memainkan peranan penting di Eropa Timur dan Rusia.<br />

Rehabilitasi tahanan politik dari masa Stalin, yang berjumlah ribuan, masih merupakan kerja<br />

66<br />

Lihat Stephen Holmes, Passions and Constraint, Chicago: University of Chicago Press, 1995 (membicarakan<br />

peran konstitutif “aturan pengendali”).<br />

67<br />

Untuk analisis kritis tentang tindakan mempermalukan, lihat James Whitman, “What is Wrong with Inflicting<br />

Shame Sanctions?” Yale Law Journal 107 (1998): 1055.<br />

24

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!