19.06.2013 Views

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Namun revolusi memiliki arti ketiadaan tatanan dan stabilitas hukum. Dilema utama<br />

dalam keadilan transisional adalah masalah kedaulatan hukum dalam masa perubahan politik<br />

yang radikal. Dari definisinya, jelas bahwa pada saat-saat tersebut terjadi perubahan<br />

paradigmatik yang mendasar dalam pemahaman tentang keadilan. Masyarakat sedang<br />

berusaha keras untuk menjawab pertanyaan “bagaimana mentransformasikan sistem politik,<br />

hukum dan ekonomi” mereka. Jika pada umumnya kedaulatan hukum memiliki arti<br />

keteraturan, stabilitas dan ketaatan pada hukum yang mapan, sejauh mana masa-masa<br />

transformasi sesuai dengan komitmen terhadap kedaulatan hukum? Pada masa-masa demikian,<br />

apa yang bisa kita artikan dengan kedaulatan hukum?<br />

Dilema tentang arti kedaulatan hukum sebenarnya tidak terbatas pada masa-masa<br />

transformasi politik dan mencakup pula dasar negara liberal. Bahkan pada masa-masa biasa,<br />

negara-negara yang demokrasinya stabil pun sering kali mengalami kesulitan untuk<br />

mengartikan ketaatan pada kedaulatan hukum. Berbagai versi dilema kedaulatan hukum di<br />

masa transisi ini tampak dalam masalah keadilan suksesor (successor justice, dalam konteks<br />

tertentu diartikan juga sebagai “keadilan pemenang”, ed.), awal konstitusional dan perubahan<br />

konstitusional. 2<br />

Dilema kedaulatan hukum ini biasanya muncul di lingkup-lingkup politik yang<br />

konteroversial, di mana nilai perubahan legal mengalami ketegangan dengan nilai ketaatan<br />

pada prinsip hukum yang menjadi preseden. Pada masa biasa, masalah ketaatan pada<br />

kontinuitas legal ini dilihat sebagai tantangan yang ditimbulkan perubahan politik dan sosial<br />

dalam jangka waktu yang panjang. Dengan demikian, ide tentang kedaulatan hukum sebagai<br />

kontinuitas legal tercakup dalam prinsip stare decisis, suatu predikat ajudikasi dalam sistem<br />

hukum Anglo-Amerika. Konsep kedaulatan hukum yang mendasari konstitusi kita<br />

mensyaratkan kontinuitas, sehingga penghargaan terhadap preseden, dengan sendirinya<br />

menjadi tidak dapat diabaikan”. 3 Namun dalam masa transformasi, nilai kontinuitas legal<br />

mengalami ujian yang berat. Pertanyaan tentang batasan normatif perubahan politik dan<br />

hukum yang sah bagi rezim-rezim yang mengalami transformasi sering kali ditempatkan<br />

dalam kerangka-kerangka dua kutub. Hukum sebagaimana tertulis dibandingkan hukum<br />

sebagai hak, hukum positif dipertentangkan dengan hukum kodrat [kami memilih “hukum<br />

kodrat” untuk menerjemahkan natural law, ketimbang “hukum alam”, ed.], keadilan<br />

prosedural dengan keadilan substantif, dan lain-lain.<br />

Tujuan saya di sini adalah untuk menempatkan kembali dilema kedaulatan hukum<br />

dengan memperhatikan pengalaman berbagai masyarakat dalam konteks transformasi politik.<br />

Perhatian saya bukanlah pada teori yang ideal tentang kedaulatan hukum pada umumnya.<br />

Alih-alih, saya berusaha memahami arti kedaulatan hukum bagi masyarakat yang mengalami<br />

perubahan politik berskala besar. Bab ini mendekati dilema kedaulatan hukum secara induktif<br />

dengan menempatkan kembali pertanyaan tersebut ke dalam konteks legal dan politisnya. Kita<br />

akan meneliti sejumlah kasus historis pasca-perang, dan juga preseden yang timbul dari<br />

transisi yang lebih mutakhir. Meskipun dilema kedaulatan hukum biasanya timbul dalam<br />

2 Untuk pembicaraan pengantar tentang tema-tema umum dalam konsep kedaulatan hukum dan<br />

konstitusionalisme, lihat A. V. Dicey, Introduction to the Study of Laws of the Constitution (Indianapolis: Libery<br />

Fund, 1982), 107-22. Lihat juga E. P. Thompson, Whigs and Hunters: The Origin of the Black Act (New York:<br />

Pantheon Books, 1975).<br />

3 Planned Parenthood v. Casey, 505 US 833, 854 (1992); Lihat Antonin Scalia, “The Rule of Law as the Law of<br />

Rules”, University of Chicago Law Review 56 (1989): 1175 (yang menyarankan “kedaulatan hukum umum” di<br />

atas “keinginan individual untuk berlaku adil”).<br />

2

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!