19.06.2013 Views

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

diberikan dalam instrumen pasca-Perang Dunia Kedua: pembunuhan, penyiksaan dan<br />

penindasan berdasar ras terhadap minoritas oleh pemerintahnya sendiri. Pada saat perencanaan<br />

Piagam London dan Control Council Law No. 10, Komisi Kejahatan Perang PBB<br />

mendefinisikan istilah Kejahatan terhadap Kemanusiaan sebagai “tindakan massal secara<br />

sistematik”, dalam arti:<br />

Kejahatan yang baik karena tingkatnya atau karena kekejamannya atau karena jumlah besarnya<br />

atau karena pola serupa dilakukan di berbagai tempat dan waktu, dapat membahayakan<br />

komunitas internasional atau mengguncang kesadaran umat manusia, memerlukan intervensi dari<br />

negara-negara selain negara tempat terjadinya kejahatan tersebut, atau yang warganya menjadi<br />

korban.<br />

Secara historis, jurisprudensi ini menjelaskan penghilangan batasan kekuasaan negara atas<br />

dasar hak-hak individual.<br />

Kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan ilustrasi paling jelas dan paling ideal<br />

tentang potensi hukum untuk mengadakan transisi normatif. Hukum menjadi paling signifikan<br />

apabila jurisdiksi terhadap suatu pelanggaran dikeluarkan dari wilayah tempat terjadinya dan<br />

dengan demikian menghilangkan pengaruh politik lainnya. Pemikiran ini tampak bila negaranegara<br />

melakukan respon terhadap kekejaman dalam cara-cara yang mengabaikan batas<br />

negara; jadi, bentuk respons ini sendiri merupakan pelaksanaan norma keadilan yang<br />

transenden. Setelah penggunaannya selama bertahun-tahun, ajudikasi untuk kejahatan<br />

terhadap kemanusiaan menjadi identik dengan respon terhadap penindasan di masa modern.<br />

Ciri utama dari penindasan politik adalah bahwa ia melampaui kejahatan biasa dan<br />

menimbulkan respon internasional. Dalam bentuk modernnya, kejahatan terhadap<br />

kemanusiaan bukanlah semata-mata serangan negara terhadap warga negara asing, namun<br />

pelanggaran yang dilakukannya terhadap warganya sendiri, atau menganggap warga<br />

negaranya sendiri sebagai musuh, sehingga mendestabilisasi tatanan internasional bahkan pada<br />

masa damai. Prinsip jurisdiksional yang dapat diterapkan akan melampaui batasan tradisional<br />

teritori dan pembatasan waktu. Kejahatan terhadap kemanusiaan dianggap sebagai<br />

pelanggaran terhadap seluruh umat manusia, dan dengan demikian dapat diadili oleh semua<br />

negara, yang menimbulkan prinsip jurisdiksional lain yang terkait, yaitu: “universalitas”.<br />

Sementara pelanggaran pidana harus diketahui dan dituliskan dalam hukum, agar tidak<br />

melanggar prinsip mendasar yaitu retroaktivitas, kejahatan terhadap kemanusiaan dianggap<br />

sebagai pelanggaran “menurut negara-negara beradab” dan dengan demikian bisa dihukum<br />

bahkan tanpa legislasi lebih dahulu. Pengecualian kejahatan terhadap kemanusiaan dari<br />

larangan legislasi retroaktif telah diratifikasi sebagai bagian dari Konvensi Eropa untuk<br />

Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Asasi. Pasal 7 (2) mengecualikan pengadilan<br />

kejahatan terhadap kemanusiaan dari batasan retroaktivitas: “Pasal ini tidak menolak<br />

pengadilan dan penghukuman terhadap semua orang untuk semua tindakan, yang pada waktu<br />

dilakukannya, dianggap sebagai kejahatan menurut prinsip umum hukum yang diakui oleh<br />

negara-negara beradab”. 131<br />

Prinsip universalitas pada kejahatan terhadap kemanusiaan dicontohkan oleh<br />

pengadilan Adolf Eichmann atas kejahatan yang ia lakukan di Eropa pada Perang Dunia<br />

131 “European Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms”, 4 November 1950,<br />

Treaties and International Agreements Registered or Filed or Reported with the Secretariat of the United Nations<br />

312, No. 2889 (1955): pasal 7 (2).<br />

43

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!