19.06.2013 Views

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

transformatif sejarah, suatu peran politis yang mengarah ke depan, dalam rekonsiliasi dan<br />

liberalisasi nasional. Kebenaran yang tercipta adalah tentang masa lalu “yang dapat diterima”<br />

untuk masa depan yang lebih baik. Sejarah transisional memiliki peran ganda untuk<br />

mengecilkan sekaligus menunjukkan kembali hal-hal yang direpresi di masa lalu. Yang<br />

tercipta adalah narasi liberalisasi yang performatif, yang dalam konteks politik suatu negara<br />

dapat membantu proses liberalisasi.<br />

<strong>Keadilan</strong> Historis setelah Totalitarianisme<br />

Tiang utama sistem totaliter masa kini adalah keberadaan satu sumber utama semua kebenaran<br />

dan semua kekuasaan, suatu “pemikiran sejarah” yang terinstitusionalisasi.<br />

....<br />

Dalam masa pasca-totaliter, kebenaran dalam arti seluas-luasnya memiliki nilai yang amat<br />

penting, yang tidak dikenal dalam konteks-konteks lainnya. Dalam sistem ini, kebenaran<br />

memiliki peran yang jauh lebih besar (dan sangat berbeda) sebagai faktor kekuasaan, atau sebagai<br />

kekuatan politik yang signifikan. Bagaimana kekuatan kebenaran bekerja? Bagaimana kebenaran<br />

sebagai faktor kekuasaan bekerja? Bagaimana kekuatannya – sebagai kekuatan – dapat<br />

terlaksana?<br />

(Václav Havel, Open Letters: Selected Writings, 1965-1990)<br />

Hegel menyatakan bahwa semua fakta dan tokoh besar dalam sejarah muncul dua kali. Ia lupa<br />

menambahkan: yang pertama kali sebagai tragedi, yang kedua sebagai lelucon yang tidak lucu.<br />

(Karl Marx, The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte)<br />

Perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan ingatan melawan lupa<br />

(Milan Kundera, The Book of Laughter and Forgetting)<br />

“Hidup dalam kebenaran” merupakan slogan banyak kelompok penentang rezim Komunis. 75<br />

Namun, setelah perubahan politik, apa arti sebenarnya dari “hidup dalam kebenaran?”<br />

Bagaimana bergeser dari “hidup dalam kebohongan” ke masyarakat yang terbuka?<br />

Kediktatoran tradisional, seperti militer di Amerika Latin, cenderung menggunakan<br />

kekuasaannya dengan kerahasiaan, penghilangan dan impunitas, untuk memerintah di luar<br />

sejarah. Bila hal ini merupakan kaitan pengetahuan dan kekuasaan dalam masa rezim<br />

pendahulu, respon transisionalnya adalah untuk secara terbuka mengkonstruksikan <strong>tinjauan</strong><br />

sejarah kolektif tentang masa yang dipermasalahkan. Sebaliknya, setelah komunisme,<br />

penyelidikan kebenaran resmi tidak menjadi pilihan respon yang umum. Respon ini<br />

tampaknya tidak tepat dalam konteks transisi dari pemerintahan totaliter, di mana sejarah<br />

resmi negara memainkan peran integral dalam represi. Sejarah progresif menurut ideologi<br />

Marxis merupakan usaha untuk merasionalkan negara totaliter. Di seberang Tembok Berlin,<br />

simbol penindasan totaliter adalah aparat keamanan negara dan metode pengawasannya. Yang<br />

mencirikan totalitarianisme adalah totalitas kekuasaan negara, termasuk usaha untuk<br />

75 Václav Havel, “The Power of the Powerless”, dalam Open Letters: Selected Writings, 1965-1990 (ed.: Paul<br />

Wilson), New York: Random House, Vintage Books, 1992, 147-48.<br />

27

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!