19.06.2013 Views

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

dalam kisah biblikal di muka, juga berupa narasi kepulangan dari pengasingan ke rumah.<br />

Perubahan ini tergantung pada pengungkapan berbagai kebenaran sehingga para tokoh<br />

akhirnya bisa pulang ke “kondisi asal”. “Dan Ferdinand saudaranya mendapatkan seorang<br />

isteri ketika ia tersesat; Prospero kekuasaannya di <strong>sebuah</strong> pulau terpencil; dan kita<br />

mendapatkan diri kita sendiri, ketika tidak seorang pun memiliki dirinya”. 160<br />

Drama ini diawali pada babak I dengan tokoh-tokohnya menceritakan ketidakadilanketidakadilan<br />

politik di masa lalu: Prospero kehilangan kekuasaannya, Ariel tertangkap dan<br />

kemudian diperbudak Prospero. Pada babak II, mulai dibayangi alternatif terhadap rezim yang<br />

ada. Pergeseran dimulai pada babak III, dengan mulainya para tokoh menghadapi sejarah.<br />

Konfrontasi terjadi melalui kekuatan supranatural (Ariel sebagai “monster”), yang menuntut<br />

“tiga orang berdosa” dan mengutuk mereka untuk kehancuran pelan-pelan”. 161 Dengan<br />

terungkapnya kebenaran, dalam babak IV, mulai terbayang keinginan untuk perubahan dan<br />

pembalasan. 162 Dalam babak V, sejarah dihadapi, pengampunan dan maaf menjadi pemikiran.<br />

“Kebesaran hati adalah nilai yang lebih berharga daripada pembalasan”. 163 Rekonsiliasi berarti<br />

Prospero memberikan pengampunan dalam penggunaan kekuasaannya lebih lanjut. Bahwa<br />

peristiwa-peristiwa yang menyusul melibatkan pilihan manusia untuk menyikapi kondisi,<br />

untuk mendamaikan cinta dengan realitas, disimbolkan oleh permainan di dalam drama:<br />

permainan catur antara Ferdinand dan Miranda – simbol adanya kemungkinan dalam pikiran<br />

rasional dan tindakan individual.<br />

Pada akhir drama, hampir semua hal kembali ke keadaan semula, dan ketidakadilan<br />

diselesaikan. Dalam The Tempest, transisi ke rezim baru juga mengakibatkan kehilangan.<br />

Sementara dalam The Tempest kedua saudara tersebut tidak sepenuhnya berdamai, terjadi<br />

rekonsiliasi antara tokoh-tokoh lainnya. Bahkan, melalui drama ini dapat dipahami bahwa<br />

transisi berarti penciptaan interpretasi baru yang menggantikan interpretasi lama. Perubahan<br />

yang menjadi inti transisi memerlukan hilangnya sesuatu, sekaligus perubahan identitas. 164<br />

Narasi transisional memiliki bentuk yang khas. Baik dalam kisah biblikal maupun<br />

roman Shakespeare ini, alur narasi bergeser dari pembuangan ke rumah, ke kondisi semula<br />

yang sebenarnya. Pengungkapan kebenaran sering kali terjadi melalui proses supranatural;<br />

secara ritual melepaskan diri dari masa lalu, membuang masa lalu dan akhirnya mengakui<br />

kebenaran yang baru, memungkinkan kembali ke arah yang benar. Pengetahuan yang semula<br />

dirahasiakan dihadapi, dan akhirnya menciptakan arah yang baru. 165 Pengetahuan suatu<br />

masyarakat tentang apa yang telah terjadi bukanlah sasaran akhir, namun syarat untuk<br />

terjadinya perubahan sikap manusia dan transformasi ke liberalisme.<br />

<strong>Keadilan</strong> Historis <strong>Transisional</strong>: Beberapa Kesimpulan<br />

160<br />

Lihat The Tempest 5.1.211-14.<br />

161<br />

Lihat ibid., 3.3.52-77.<br />

162<br />

Lihat ibid., 4.1.<br />

163<br />

Ibid., 5.1.27-32.<br />

164<br />

Lihat Stanley Cavell, Disowning Knowledge in Six Plays of Shakespeare, Cambridge: Harvard University<br />

Press, 1987.<br />

165<br />

Lihat Jürgen Habermas, A Berlin Republic: Writings on Germany (terjemahan Stevan Rendall), Lincoln:<br />

University of Nebraska Press, 1997.<br />

53

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!