19.06.2013 Views

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

kali tidak dapat dikendalikan. Arah penggambaran sejarah melalui pengadilan tidak dapat<br />

diketahui sejak awal, paling tidak dalam sistem hukum adversarial [sistem hukum yang<br />

melibatkan pihak-pihak yang saling bertikai atau bertentangan], di mana prosesnya melibatkan<br />

<strong>tinjauan</strong>-<strong>tinjauan</strong> sejarah yang bertentangan: pengadilan untuk kepentingan sejarah bisa gagal<br />

menyampaikan pesan normatifnya tentang liberalisasi, dan malah menggagalkan tujuan<br />

pembangunan demokrasi yang sebenarnya ia emban. Suatu contoh yang terkenal adalah<br />

pengadilan Adolf Eichmann di Yerusalem. Dengan mengadili Eichmann pada tahun 1961,<br />

pemerintah Israel berusaha memberikan gambaran yang jelas tentang sejarah Holocaust bagi<br />

generasi pertama bangsa tersebut yang lahir dan besar di Israel. Meskipun pengadilan tersebut<br />

diusahakan untuk menunjukkan tanggung jawab Eichmann, proses tersebut tidak bisa<br />

mencegah timbulnya interpretasi sejarah lain yang lebih kontroversial, seperti tanggung jawab<br />

para kolaborator di kalangan masyarakat Yahudi sendiri, yang dikisahkan oleh Hannah Arendt<br />

dalam Eichmann in Jerusalem: A Report on the Banality of Evil. 22<br />

Demikian pula, ketika Klaus Barbie, sang “penjagal dari Lyons”, diadili di Prancis<br />

pada tahun 1988, publik berharap bahwa pengadilan tersebut akan memberikan gambaran jelas<br />

tentang sejarah Prancis di masa pendudukan. Memang benar bahwa pengadilan tersebut<br />

memberikan dramatisasi sejarah masa perang. Berbagai pihak, termasuk lebih dari 30<br />

kelompok korban, kelompok perlawanan dan kelompok komunis ikut serta dalam pengadilan<br />

dan menggunakan proses tersebut untuk menceritakan pengalaman mereka tentang<br />

pendudukan. Para “saksi umum” tersebut tidak memberikan kesaksian tentang peristiwaperistiwa<br />

spesifik, sebagaimana lazimnya dalam pengadilan, namun memberikan interpretasi<br />

mereka tentang sejarah perang, menimbulkan persepsi bahwa tujuan pengadilan tersebut<br />

adalah untuk membantu menyatukan identitas politik Prancis yang retak. Pada akhirnya,<br />

pengadilan tersebut memang memiliki dampak terhadap pemahaman sejarah Prancis di masa<br />

perang, namun sebagaimana halnya dengan pengadilan Eichmann, hasil akhirnya tidak seperti<br />

yang diharapkan. Pembelaan Barbie terhadap tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan<br />

dijawabnya dengan tuduhan balik bahwa Prancis melakukan hal serupa di Aljazair, sehingga<br />

beberapa pakar menilai bahwa pengadilan tentang kolaborasi Nazi ini bergeser menjadi<br />

genosida komparatif yang amat buruk (“Anda juga melakukan hal yang sama dengan yang<br />

saya lakukan”). Bahkan kesaksian pihak-pihak individual tersebut tampaknya mendukung<br />

pandangan universalis tentang penindasan masa perang, yang populer di kalangan kaum kiri<br />

Prancis. Pada akhirnya <strong>tinjauan</strong>, sejarah yang dielaborasikan dalam pengadilan Barbie gagal<br />

menyampaikan tujuan politik yang lebih luas, dan hanya memberikan suatu pesan berpihak<br />

yang sempit. 23<br />

Kejadian-kejadian tersebut menunjukan potensi politisasi dalam penggunaan<br />

pengadilan untuk mengkonstruksikan pemahaman sejarah transisional. Masalahnya timbul<br />

dari usaha merespon terhadap kejahatan yang dilakukan dalam konteks politik, melalui caracara<br />

juridis yang secara eksplisit dirancang untuk menciptakan suatu laporan resmi dari<br />

sejumlah versi sejarah yang bertentangan. Batasan ini menyulitkan penggunaan pengadilan<br />

22<br />

Lihat Hannah Arendt, Eichmann in Jerusalem: A Report on the Banality of Evil, New York: Penguin Books,<br />

1964, 135-50.<br />

23<br />

Lihat Alain Finkielkraut, Remembering in Vain: The Klaus Barbie Trial and Crimes against Humanity,<br />

(terjemahan Roxanne Lapidus dan Sima Godfrey), New York: Columbia University Press, 1992. Lihat juga<br />

Richard J. Golson (ed.), Memory, the Holocaust and French Justice: The Bousquet and Touvier Affairs, Hanover,<br />

N.H: University Press of New England, 1996 (tentang pengadilan pasca-perang lainnya); Guyora Bider,<br />

“Representing Nazism: Advocacy and Identity at the Trial of Klaus Barbie”, Yale Law Journal 98 (1989): 1321.<br />

9

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!