19.06.2013 Views

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Bagaimana cara masyarakat transisional menyelesaikan dilema titik awal? Dalam<br />

negara-negara demokrasi mapan, pemerintahan suksesor biasanya melanjutkan kewajiban<br />

pemerintah sebelumnya; 59 terdapat asumsi kontinuitas negara dan pemerintah penerus<br />

dianggap bertanggung-jawab untuk tindakan pendahulunya. Namun, bila rezim penerus<br />

menggantikan serangkaian pemerintahan yang represif, apa kewajiban pemerintah<br />

penerus ini, yang hendak memajukan kedaulatan hukum? Apakah intuisi tentang<br />

kontinuitas legal dalam pergantian pemerintahan berarti bahwa semua kewajiban tersebut<br />

harus ditanggung? Sejauh mana rezim penerus mewarisi kewajiban yang ditimbulkan<br />

oleh pelanggaran-pelanggaran hak oleh rezim yang lama? <strong>Keadilan</strong> reparatoris berkaitan<br />

dengan pelanggaran di masa lalu, namun pengakuan hak oleh rezim pengganti<br />

menimbulkan pertanyaan: apa yang memandu kegiatan reparatoris tersebut? Preseden<br />

transisional menunjukkan bahwa hanya kewajiban-kewajiban tertentu saja yang<br />

diwariskan oleh pelanggaran rezim lama. Negara-negara berbeda dalam tingkat<br />

komitmennya terhadap liabilitas atau pertanggungjawaban hukum yang ditimbulkan<br />

pelanggaran di masa lalu.<br />

Garis dasar apa yang tepat dalam perhitungan penggantian kerugian? Masalah ini<br />

terlihat dalam transisi kontemporer setelah pendudukan berulang-ulang dan gelombang<br />

penindasan politik. Di bekas blok komunis, pertanyaan tentang titik awal ini<br />

menimbulkan perdebatan sengit. Sejarah invasi berulang-ulang, pendudukan Nazi masa<br />

Perang Dunia Kedua yang dilanjutkan pendudukan Soviet, berarti bahwa setelah<br />

keruntuhan blok Soviet, perdebatan tentang titik awal tentang penindasan politik dan<br />

korban-korban manakah yang akan mendapatkan kompensai menjadi inti perdebatan<br />

publik di seluruh wilayah ini. Meskipun sejarah masa lalu wilayah ini sering kali<br />

digambarkan sebagai masa-masa penindasan yang berkelanjutan, pertimbangan terhadap<br />

tindakan reparatoris menimbulkan perdebatan publik pertama tentang konsekuensi<br />

penindasan berkelanjutan ini terhadap titik awal transisi ke arah liberal. Pertanyaan dan<br />

pilihan yang ada memiliki muatan politis, karena terkait dengan pendudukan Nazi dan<br />

Soviet, dan dengan penarikan garis pengembalian ke kedaulatan domestik.<br />

Perdebatan titik awal ini menggambarkan persaingan politik tentang signifikansi<br />

sosial pengakuan terhadap hak-hak reparatoris transisional. Bila garis tanggung jawab<br />

suksesor ditarik secara bersesuaian dengan pengembalian ke kedaulatan internal, titik<br />

awal ini mungkin bisa dijustifikasi dari perspektif legal, yaitu kembali ke kedaulatan<br />

hukum. Namun, pilihannya tetaplah kontroversial secara politis. Pilihan titik awal<br />

restitusi harus memilih korban-korban berbagai spektrum penindasan dan kelompok<br />

kepentingan politisnya. Dilema ini sedemikian parahnya sehingga di beberapa negara,<br />

seperti Polandia, ia menghalangi tercapainya kesepakatan tentang kebijakan restitusi yang<br />

akan diambil. Perdebatan yang berkepanjangan dan panas tentang titik awal di Eropa<br />

Timur menunjukkan bahwa kebijakan reparatoris pada masa-masa demikian tidak bisa<br />

menolak pengaruh politisasi, terutama bila skema kompensatoris digunakan untuk<br />

melakukan hal-hal lainnya seperti reformasi ekonomi dan privatisasi.<br />

Di banyak negara di wilayah itu, tahun 1948 ditentukan sebagai titik awal, yang<br />

dijustifikasi sebagai akhir pendudukan asing dan kembalinya kedaulatan domestik. Di<br />

Jerman, misalnya, penyitaan sebelum tahun 1949 pada awalnya tidak dijadikan bagian<br />

59 Lihat Lassa Oppenheim, “Peace”, Vol. 1, pengantar dan pt. 1 Oppenheim’s International Law, ed. Robert<br />

Jennings dan Arthur Watts, London: Longman Group, 1992, 234-35.<br />

20

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!