19.06.2013 Views

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

konstitusional sering kali dimoderatori oleh pasukan pendudukan atau negara-negara<br />

yang berpengaruh. Mungkin bentuk intervensi yang paling moderat adalah peran<br />

penasihat konstitusional yang dimainkan oleh aktor internasional, nasional atau NGO. 34<br />

Tingkat intervensi aktor-aktor ini mempengaruhi bagaimana proses penyusunan<br />

konstitusi ini dapat dianggap mencerminkan kedaulatan rakyat. Mungkin legitimasi<br />

konstitusi pasca-perang bergantung pada mandatnya dan sejauh mana proses<br />

konstitusional tersebut dapat mengembangkan norma-norma demokratis untuk<br />

membentuk struktur politik dalam transisi. Dalam hal ini, banyak bagian dari konstitusi<br />

1946 yang mencerminkan modalitas transisional yang bersifat transformatif dan kritis.<br />

Tujuan eksplisit konstitusi tersebut adalah untuk mengubah kecenderungan politik ke<br />

arah militerisme dan nasionalisme imperialistik. Kekuasaan Jepang untuk menyatakan<br />

perang dihilangkan sama sekali, dan peran kaisar diturunkan, dari semula setengah dewa<br />

menjadi hanya figur. 35 Terdapat usaha secara luas untuk menggantikan rezim legal yang<br />

lama dan menggerakan Jepang menuju sistem formal demokrasi egaliter. 36<br />

Konstitusi 1946 Jepang menunjukkan beberapa aspek kritis dalam memberikan<br />

respon retributif terhadap rezim lama. Pembatasan terhadap kekuasaan kaisar tampak<br />

sebagai alternatif jelas terhadap peradilan pidana. Respon ini menunjukkan kemiripan<br />

antara peradilan pidana dan penyusunan konstitusi dalam masa-masa gejolak politik.<br />

Seperti didiskusikan lebih awal, konstitusi sering kali digunakan untuk mengakui<br />

pelanggaran pidana di masa lalu, sekaligus mengampuninya. Dalam kondisi demikian,<br />

konstitusi menarik garis untuk membatasi parameter politik demokratis yang<br />

dimungkinkan. Dengan membatasi kekuasaan kaisar, konstitusi baru memberikan<br />

kompromi terhadap ancaman penghukuman yang mendestabilisasi peran kekaisaran. 37<br />

Seperti pengadilan para raja di abad ke-18, batasan konstitusional terhadap kedaulatan<br />

kekaisaran menggariskan batasan normatif antara pemerintahan lama dengan rezim baru.<br />

Penyusunan konstitusi demikian, seperti pengadilan, memberikan legitimasi publik dan<br />

formal terhadap transformasi dari sistem politik lama. 38<br />

<strong>Keadilan</strong> sang pemenang tidak berjalan sepenuhnya di Jerman. Meskipun Jerman<br />

menyerah tanpa syarat, perubahan politik dalam Perang Dingin memberikannya posisi<br />

tawar dalam rekonstruksi konstitusionalnya. Penguasa pendudukan memang mendorong,<br />

namun tidak mengendalikan rekonstruksi konstitusional. Maka, meskipun Sekutu<br />

menyerukan agar suatu badan konstituante bersidang untuk merancang konstitusi yang<br />

akan disahkan melalui plebisit umum, Jerman menentang tuntutan untuk menyusun<br />

34<br />

Untuk suatu tuduhan bahwa konstitusi gagal menciptakan otoritas dan stabilitas, lihat Arendt, On<br />

Revolution, 144-45.<br />

35<br />

Lihat Konstitusi Jepang, Bab III, Pasal 9. Bab I Konstitusi Jepang membahas perihal kekaisaran. Dalam<br />

Pasal 1, ia dijadikan “simbol negara”. Pasal 3 menyatakan: “Saran dan persetujuan Kabinet akan menjadi<br />

syarat untuk semua tindakan kaisar dalam hal kenegaraan, dan kabinet akan bertanggung jawab”. Pasal 4<br />

menyatakan: “Kaisar ... tidak memiliki kekuasaan yang berkaitan dengan pemerintahan”.<br />

36<br />

Misalnya, Pasal 14 dalam Bab I menyatakan: “Semua warga setara di muka hukum dan tidak akan<br />

terdapat diskriminasi dalam hubungan politik, ekonomi dan sosial karena ras, kepercayaan, jenis kelamin,<br />

status sosial atau akar keluarga ... Kebangsawanan tidak akan diakui ... Tidak ada privilese yang diberikan<br />

bersama semua bentuk penghargaan ...”<br />

37<br />

Lihat Ian Buruma, The Wages of Guilt: Memories of War in Germany and Japan, New York: Farrar,<br />

Strauss, Giroux, 1994, 153-76.<br />

38<br />

Lihat umumnya Norman E. Tutorow (ed.), War Crimes, War Criminals and War Crime Trials: An<br />

Annotated Bibliography and Source Book, New York: Greenwood Press, 1986, 257-82 (mendaftar sumbersumber<br />

pengadilan kejahatan perang di Asia).<br />

14

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!