19.06.2013 Views

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

ada kaitan antara pelucutan politik secara luas dengan demokrasi. Sebaliknya, tanpa<br />

memperhatikan pertimbangan moral, kompetensi mereka yang telah berpengalaman dalam<br />

bidang politik, administrasi dan manajerial – dalam rezim lama – seharusnya lebih tinggi.<br />

Pada akhirnya, argumen demokrasi ini tampaknya salah arah dan inkoheren: karena kekuatan<br />

justifikasi demokrasi untuk pelucutan politik diletakkan pada asumsi bahwa demokrasi akan<br />

dibentuk dari orang-orangnya, bukan pada struktur, institusi dan prosedur. Pemikiran ini tidak<br />

sesuai dengan teori politik liberal.<br />

Denazifikasi pasca-perang, seperti pelucutan politik era Rekonstruksi, sebaiknya<br />

dipahami dalam konteks transisionalnya. Pertimbangan terhadap arahan kebijakan<br />

menggarisbawahi sifatnya yang transisional dan pergeseran kesetimbangan yang terjadi<br />

selama masa transisi. Kebijakan denazifikasi dimulai pada akhir perang, dan berlangsung<br />

selama jangka waktu tertentu. Kebijakan ini menyurut setelah lima tahun, sampai tahun 1950;<br />

dan sejak tahun 1951 tahap transisional telah berakhir. Urutan ini menunjukkan proses<br />

penyusunan kembali sistema administrasi negara. Meskipun banyak kritik terhadap kebijakan<br />

denazifikasi berfokus pada kegagalannya untuk menyingkirkan para mantan Nazi secara<br />

permanen, namun kebijakan ini menunjukkan bahwa peran hukum dalam hal ini adalah untuk<br />

memajukan transformasi. Dengan demikian, sifatnya yang parsial dan provisional hanyalah<br />

menunjukkan ciri dari dinamika politik masa tersebut. 28 Meskipun tepat setelah perang<br />

berakhir, kaitan dengan rezim fasis berakibat fatal terhadap partisipasi politik. Setelah jangka<br />

waktu tertentu, kaitan politik demikian menjadi dapat diterima, dan bahkan diharapkan dalam<br />

rezim penerus. Pengalaman dalam pemerintahan, meskipun pemerintahan Nazi, menjadi dasar<br />

untuk integrasi dalam layanan publik. 29 Partisipasi dalam rezim terdahulu menjadi hal yang<br />

normal setelah pergeseran administrasi biasa. Perlakuan terhadap rezim lama bergeser dari<br />

diskontinuitas menjadi kontinuitas. Pada awalnya, perundang-undangan denazifikasi didorong<br />

oleh tujuan utama untuk mengembalikan legitimasi. Dengan semakin mapannya rezim<br />

penerus, kebijakan publik memberi jalan bagi tujuan-tujuan lainnya.<br />

Bila dilihat secara berdiri sendiri, kebijakan denazifikasi secara umum dianggap<br />

sebagai kegagalan usaha transformasi. Namun, bila dilihat dari perspektif historis-komparatif,<br />

bersama-sama dengan tindakan lain yang diambil pada masa-masa gejolak politik radikal,<br />

pengalaman ini ternyata menunjukkan kesesuaian dengan norma-norma transisional.<br />

Pembersihan administratif terjadi pada masa tatanan politik yang rapuh dan tidak stabil;<br />

tindakan demikian bersifat sementara selama masa transformasi politik. Sejak awalnya,<br />

tindakan demikian bersifast pragmatik, ditujukkan sebagai peralihan, untuk masa rekonstruksi<br />

politik tertentu. Tindakan-tindakan ini adalah bagian dari keadilan transisional.<br />

Epuracion dan Zuivering: Politik Penyingkiran<br />

Sementara di Jerman selama masa pendudukan Sekutu terdapat rasa tanggung jawab kolektif<br />

secara luas, sebaliknya, di wilayah-wilayah lainnya di Eropa pasca-perang, terdapat musuh<br />

yang harus disingkirkan. Pembebasan dari Nazisme berjalan seiring dengan pembersihan<br />

secara besar-besaran para pendukung rezim sebelumnya. Dasar untuk pembersihan ini jelasjelas<br />

ideologis: keadilan masa pasca-pendudukan diciptakan berdasarkan pertentangan kami-<br />

28<br />

Lihat John Herz, “The Fiasco of Denazification in Germany”, Political Science Quarterly 18 (1948): 569.<br />

29<br />

Lihat Müller, Hitler’s Justice.<br />

13

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!