19.06.2013 Views

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

Keadilan Transisional: sebuah tinjauan komprehensif - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Dalam banyak teori politik yang diterima, pengadilan suksesor dianggap memiliki<br />

potensi untuk berperan penting dalam menarik garis antara tirani lama dan awal pemerintahan<br />

baru. Peradilan pidana menawarkan legalisme normatif yang membantu menjembatani masamasa<br />

lemahnya kedaulatan hukum. Proses pengadilan memberikan cara untuk<br />

mengekspresikan secara terbuka kutukan terhadap kekerasan di masa lalu dan legitimasi<br />

kedaulatan hukum yang diperlukan untuk konsolidasi demokrasi di kemudian hari. Peradilan<br />

pidana suksesor biasanya dijustifikasi oleh tujuan konsekuensialis tentang pembentukan<br />

kedaulatan hukum dan konsolidasi demokrasi. 10 Pandangan demikian yang khas pada masa<br />

transisi ini dijelaskan di sini sebagai justifikasi “demokratis” terhadap hukuman yang<br />

utamanya berdasar pada tujuan transisi. Proses peradilan pidana tepat digunakan untuk<br />

menekankan pesan inti liberal tentang keutamaan hak dan kewajiban individual.<br />

Peran pengadilan suksesor pada masa-masa demikian tidaklah terlalu mendasar, namun<br />

lebih sebagai cara transisi. Penggunaan peradilan pidana untuk menarik garis antar-rezim<br />

menimbulkan dilema yang sukar tentang kaitan antara hukum dan politik. Sementara<br />

pengadilan dalam konteks politik ditujukan untuk mencapai tujuan politik – berkaitan dengan<br />

pesan paling utama dari keadilan transisional untuk memberikan dasar bagi transisi politik,<br />

untuk membantah norma-norma politik pendahulu dan untuk membangun tatanan politik yang<br />

baru – hal-hal tersebut bertentangan dengan pemahaman konvensional tentang kedaulatan<br />

hukum. Dilema inti tersebut berkaitan dengan ciri utama transisi: konteks politik pergeseran<br />

normatif. Dilema yang ditimbulkan oleh pergeseran politik dari pemerintahan non-liberal<br />

menjadi liberal ini sangat terkait dengan masalah retroaktivitas berbagai norma yang relevan<br />

selama perubahan rezim dan penerapan aturan-aturan normatif rezim yang baru terhadap<br />

tindakan rezim lama. Bila dilema ini diteliti lebih lanjut, konsekuensinya menjadi amat<br />

paradoksal: agar pengadilan dapat memenuhi potensi konstruktif mereka, prosesnya harus<br />

dijalankan dengan legalitas penuh seperti pada negara demokrasi yang telah mapan di masa<br />

biasa, dan bila proses pengadilan tidak berjalan dengan adil, dampaknya bisa menjadi negatif,<br />

memberikan pesan keadilan politis yang keliru dan mengancam demokrasi yang baru tumbuh.<br />

Dengan demikian, pengadilan suksesor berada pada batasan yang tipis antara tercapainya<br />

ketaatan pada kedaulatan hukum, atau risiko berlanjutnya keadilan politis. Kesukaran untuk<br />

menyelesaikan dilema yang ditimbulkan oleh penggunaan hukum pidana untuk tujuan<br />

kedaulatan hukum transisional ini menjelaskan mengapa banyak rezim pengganti yang tidak<br />

menggunakan cara ini, dan menjelaskan timbulnya bentuk-bentuk sanksi pidana yang lebih<br />

“terbatas.”<br />

Pesan normatif transisional ini paling jelas terdengar melalui tatanan hukum<br />

internasional, karena kekuatannya terletak pada mekanisme normatif dengan kapasitas untuk<br />

menanggapi kekerasan politik luar biasa yang berada di luar tatanan hukum biasa. Dengan<br />

demikian, ia cocok untuk mengekspresikan pesan transisional dari pergeseran normatif.<br />

Anehnya, kekuatan ini merupakan sekaligus kelemahannya, karena sifatnya yang tidak biasa<br />

ini, hingga titik tertentu, menempatkan di luar legalitas konvensional, dan dengan demikian,<br />

tidak menaati pemahaman normal tentang kedaulatan hukum dalam memperkuat transformasi<br />

demokratik.<br />

10 Lihat Ruti Teitel, “How Are the New Democracies of the Southern Cone Dealing with the Legacy of Past<br />

Human Rights Abuses?” (makalah dipresentasikan sebagai latar belakang untuk diskusi di Council on Foreign<br />

Relations, mengkritik bahwa demokrasi menjustifikasi kewajiban untuk menghukum), New York, 17 Mei 1990.<br />

4

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!