12.11.2015 Views

KONSTITUSIONALISME AGRARIA

1TBacat12

1TBacat12

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Tabel di atas tidak menunjukkan hasil program land reform<br />

yang mulai dijalankan pada tahun 1961. Ketika sensus pertanian 1963<br />

program land reform baru saja berjalan dua tahun, baru sedikit tanahtanah<br />

yang telah diretribusi bahkan di banyak tempat masih tahap<br />

pendataan tanah obyek retribusi. Setelah empat tahun pelaksanaan<br />

program tersebut mulai menunjukkan keberhasilan di beberapa<br />

wilayah seperti Sumatera dan Jawa terutama dalam mengurangi<br />

konsentrasi penguasaan tanah dan proporsi petani tak bertanah.<br />

Wiradi dan Bachriadi menyebutkan ada dua kategori petani tak<br />

bertanah atau “tuna kisma” (landless), yakni absolute-landless dan<br />

landless-tenant (Wiradi dan Bachriadi, 2011:6). Absolute-landless<br />

merujuk pada rumah tangga pertanian atau petani yang tidak<br />

memiliki kontrol sama sekali atas tanah; buruh tani masuk dalam<br />

kategori ini. Landless-tenant merujuk pada rumah tangga pertanian<br />

atau petani yang tidak memiliki tanah tetapi menggarap tanah yang<br />

dimiliki oleh orang lain dengan kesepakatan bagi hasil.<br />

Mutu para pelaksana pemerintah dan para aparat penegak<br />

hukumnya tidak memadai dan pelaksanaannya mengalami<br />

hambatan nyata. Setelah pergantian rezim pemerintahan pada<br />

pertengahan dekade 1960-an, pemerintahan Orde Baru secara<br />

perlahan menghentikan program land reform.<br />

Di dalam laporan Dirjen Agraria tahun 1969 dinyatakan<br />

80,8% dari tanah yang tersedia telah tereditrisbusi rata-rata seluas<br />

0,5 hektar per rumah tangga (penerima) pada Fase I (wilayah yang<br />

termasukpada fase ini adalah Jakarta, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa<br />

Tengah, Jawa Timur, Madura, Bali dan Lombok). Sementara Fase II<br />

(wilayah lainnya di Indonesia) sebanyak 72% dari tanah yang tersedia<br />

telah diresdistribusi dengan rata-rata 1,4 hektar per rumah tangga<br />

(penerima). Dilihat dari banyaknya tanah yang dibagikan dan jumlah<br />

penerima, program ini masih terkonsentrasi di pulau Jawa, Madura<br />

dan Bali dan beberapa wilayah di Sumatera (Morad 1970:16 dalam<br />

Wiradi dan Bachriadi, 2011:6).<br />

Dalam versi Menteri Agraria saat itu, Mr. Sadjarwo (lih.Fauzi,<br />

2002), sejumlah hambatan pelaksanaan land reform, yang baru<br />

94<br />

Konstitusionalisme Agraria

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!