12.11.2015 Views

KONSTITUSIONALISME AGRARIA

1TBacat12

1TBacat12

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

perundang-undangan sektoral, sedangkan pelanggaran CSR hanya<br />

merupakan sanksi moral.<br />

Di dalam persidangan perkara itu, DPR memberikan<br />

keterangan yang pada pokoknya menyatakan bahwa TJSL yang diatur<br />

dalam Pasal 74 UU 40/2007 telah sesuai dengan falsafah bangsa<br />

Indonesia; berasaskan kekeluargaan dan bukan individualistik. Hal<br />

tersebut berbeda dengan CSR di negara barat yang cenderung pada<br />

asas ekonomi kapitalis dan liberal. Pemberlakuan TJSL, menurut<br />

DPR, yang diatur dalam Pasal 74 UU 40/2007 justru untuk mencapai<br />

kepastian hukum. Karena TJSL ditujukan untuk mendukung<br />

terjalinnya hubungan perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai<br />

dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.<br />

TJSL sebagai tanggung jawab untuk bekerjasama<br />

Mahkamah Konstitusi mengemukakan bahwa TJSL merupakan<br />

kebijakan negara yang menjadi tanggung jawab bersama untuk<br />

bekerjasama (to cooperate) antara negara, pelaku bisnis, perusahaan,<br />

dan masyarakat. TJSL merupakan affirmative regulation yang<br />

menurut argumentasi aliran hukum alam bukan saja menuntut untuk<br />

ditaati, tetapi menuntut kerja sama antara pemangku kepentingan.<br />

Kerusakan sumber daya alam dan lingkungan di Indonesia<br />

mengarahkan bahwa peranan negara dengan hak menguasai atas<br />

bumi, air, udara, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,<br />

termasuk hak untuk mengatur, mengusahakan, memelihara dan<br />

mengawasi, tidak boleh dikurangi atau bahkan diabaikan. Negara,<br />

masyarakat, dan perusahaan yang bergerak dalam eksploitasi dan<br />

pemanfaatan sumber daya alam harus ikut bertanggung jawab<br />

baik secara moral maupun hukum terhadap dampak negatif atas<br />

kerusakan lingkungan tersebut. Prinsip pareto superiority harus<br />

diterapkan, yaitu membangun dan mendapat keuntungan tanpa<br />

mengorbankan kepentingan orang lain.<br />

Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa penormaan TJSL<br />

menjadi kewajiban hukum merupakan kebijakan hukum (legal<br />

policy) pembentuk undang-undang. Kebijakan hukum tersebut<br />

Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 239

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!