12.11.2015 Views

KONSTITUSIONALISME AGRARIA

1TBacat12

1TBacat12

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

hukum adat. Kata-kata ”terkuat dan terpenuh” dimaksudkan untuk<br />

membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak<br />

pakai dan hak lainnya.<br />

8. PUU Migas II: Persetujuan DPR untuk Kontrak Kerjasama<br />

di bidang Migas<br />

Zainal Arifin, Sonny Keraf, Alvin Lie, Ismayatun, Hendarso<br />

Hadiparmono, Bambang Wuryanto, Dradjad Wibowo, dan Tjatur<br />

Sapto Edy adalah berdelapan anggota DPR RI yang mengajukan<br />

pengujian UU 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang<br />

diregistrasi di Mahkamah Konstitusi dengan Perkara No. 20/<br />

PUU-V/2007. Pokok permohonan dari perkara ini adalah Pasal<br />

11 ayat (2) UU Migas yang berbunyi: “Setiap Kontrak Kerja Sama<br />

yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis<br />

kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.” Ketentuan<br />

itu dianggap bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) UUD 1945 yang<br />

berbunyi: “Presiden dalam membuat perjanjian internasional<br />

lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi<br />

kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/<br />

atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang<br />

harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Pada intinya<br />

pemohon mendalilkan bahwa semestinya kontrak kerjasama tidak<br />

saja diberitahukan secara tertulis oleh pemerintah kepada DPR,<br />

melainkan harus dengan persetujuan DPR.<br />

Mahkamah Konstitusi dalam putusannya yang dibacakan pada<br />

17 Desember 2007 memutuskan permohonan para pemohon tidak<br />

dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Alasan utama dari tidak<br />

diterimanya permohonan tersebut adalah karena para pemohon<br />

merupakan anggota DPR sehingga tidak memenuhi legal standing<br />

sebagai perorangan warga negara dalam mengajukan permohonan.<br />

Selanjutnya Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa<br />

substansi persoalan dalam permohonan itu adalah persoalan<br />

legislative review, bukan judicial review. Sebab, jika DPR menganggap<br />

hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Pasal 11 Ayat (2) UU<br />

232<br />

Konstitusionalisme Agraria

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!