12.11.2015 Views

KONSTITUSIONALISME AGRARIA

1TBacat12

1TBacat12

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

kepada negara tanpa hak menuntut ganti rugi apapun apabila terjadi<br />

tindak pidana. Sebenarnya permohonan tersebut tidak duji terhadap<br />

Pasal 33 UUD 1945, tetapi terhadap Pasal 28D ayat (1) Pasal 28H ayat<br />

(4), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Namun di dalam putusan tersebut<br />

Mahkamah Konstitusi memberikan penjelasan baru terhadap Pasal<br />

33 UUD 1945 berkaitan dengan pembatasan penguasaan tanah oleh<br />

warga negara dan badan hukum.<br />

Dalam putusan yang dibacakan pada 20 September 2007<br />

tersebut, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan permohon.<br />

Mahkamah Konstitusi berpendapat ketentuan di dalam UU PLTP,<br />

yang mengatur batas maksimal luas tanah pertanian yang dapat<br />

dimiliki oleh perorangan/keluarga warga negara Indonesia, telah<br />

memberikan aturan yang jelas atau memberikan kepastian hukum<br />

(rechtszekerheid) dalam rangka penataan ulang kepemilikan tanah<br />

(landreform) khususnya tanah pertanian. Lebih lanjut Mahkamah<br />

Konstitusi menyampaikan bahwa penataan ulang kepemilikan tanah<br />

bersesuaian dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, UUPA, dan UU PLTP<br />

yang mencerminkan tanah dan kepemilikannya memiliki fungsi sosial.<br />

Berkaitan dengan Pasal 10 ayat (3) UU PLTP yang mengatur<br />

bahwa tanah kelebihan akan jatuh pada negara tanpa hak untuk<br />

menuntut ganti kerugian berupa apa pun, dinilai Mahkamah tidak<br />

bertentangan dengan UUD 1945. Apalagi UUPA mengatur bahwa ganti<br />

rugi diberikan jika tanah yang disita negara tersebut diserahkan sesuai<br />

dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU 56 Tahun 1960.<br />

Pemohon juga mendalilkan bahwa UU PLTP melanggar hak<br />

miliki pribadi yang memiliki sifat terkuat dan terpenuh sehingga tidak<br />

boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun sebagaimana<br />

dinyatakan di dalam konstitusi. Menurut Mahkamah, pemberian sifat<br />

terkuat dan terpenuh terhadap hak milik, sesuai dengan Penjelasan<br />

Pasal 20 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-pokok<br />

Agraria (UUPA), tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak mutlak<br />

yang tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, sebagaimana hak<br />

eigendom menurut pengertian Burgerlijk Wetboek. Karena sifat yang<br />

demikian bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial<br />

dari tiap-tiap hak. Padahal UU PA maupun UU PLTP berlandaskan<br />

Konstitusi Agraria dan Mahkamah Konstitusi 231

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!