12.11.2015 Views

KONSTITUSIONALISME AGRARIA

1TBacat12

1TBacat12

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

audit, melakukan pengendalian dan melakukan penegakan hukum<br />

agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas tanah dan sumber<br />

daya alam lainnya.<br />

Keempat, empat tolak ukur penguasan negara. Tujuan dari<br />

penguasaan negara atas tanah dan sumber daya alam lainnya adalah<br />

untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, sebagaimana dinyatakan<br />

dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menegaskan<br />

bahwa tujuan untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmuran<br />

rakyat tidak bisa dipisah-pisahkan dengan kewenangan penguasaan<br />

negara. Tolak ukur untuk menilai apakah suatu ketentuan undangundang<br />

sejalan dengan “prinsip sebesar-besar kemakmuran rakyat”<br />

terdiri dari empat empat tolak ukur, yaitu: (a) Adanya kemanfaatan<br />

sumber daya alam bagi rakyat; (b) Tingkat pemerataan manfaat<br />

sumber daya alam bagi rakyat; (c) Tingkat partisipasi rakyat dalam<br />

menentukan manfaat sumber daya alam; dan (d) Penghormatan<br />

terhadap hak rakyat secara turun temurun dalam memanfaatkan<br />

sumber daya alam. Keempat tolak ukur itu menjadi batasan pula<br />

bagi penguasaan negara, sehingga negara cq. Pemerintah tidak bisa<br />

melakukan tindakan sewenang-wenang sebab memiliki sejumlah<br />

ketentuan yang membatasinya.<br />

Konsepsi ini mendudukan peran negara sebagai badan publik,<br />

yang memiliki kewenangan-kewenangan publik. Oleh karena itu,<br />

instrumen keperdataan yang dimiliki oleh negara mulai dikurangi<br />

dan harus diubah dengan mempergunakan instrument hukum<br />

publik. Hal ini misalkan dalam hal pemberian Hak Pengelolaan<br />

Perairan dan Pesisir (HP3) yang sebelumnya diberikan dalam bentuk<br />

‘hak’ berdasarkan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan<br />

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, menurut Mahkamah<br />

Konstitusi tidak sejalan dengan prinsip mengenai kewenangan<br />

negara dalam menguasai tanah dan sumber daya alam. Mahkamah<br />

Konstitusi ‘menganjurkan’ bahwa instrument hukum yang lebih<br />

tepat dalam hal ini bukan dalam bentuk pemberian HP3, melainkan<br />

dalam bentuk instrumen perizinan. Dalam UU No. 1 Tahun 2014 yang<br />

merupakan perubahan terhadap UU No. 27 Tahun 2007, pembentuk<br />

undang-undang mengganti HP3 dengan Izin Pengelolaan. Hal yang<br />

Konstitusionalisme dan Reforma Agraria 389

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!