prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
Permasalahan lain yang kerap terjadi yakni karena perilaku<br />
aparat penegak hukum yang tidak sesuai dengan etika penyidik. Aparat<br />
penegak hukum yang sesuai dengan etika penyidik sudah seharusnya<br />
menggali informasi sesuai dengan kebenaran apa yang telah terjadi.<br />
Namun, pada kenyataanya penyidik malah melakukan pemaksaan dan<br />
mengintimidasi korban sehingga mengakibatkan informasi yang tergali<br />
dari penyidikan itu menjadi tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi.<br />
F. Kesimpulan dan Saran<br />
1) Indonesia menganut sistem pembuktian negatif atau yang disebut<br />
juga dengan pembuktian berdasarkan undang-undang secara<br />
negatif.<br />
2) Alat bukti yang dapat diperiksa oleh hakim mengenai kasus<br />
perkosaan terdapat pada pasal 184 KUHAP yaitu alat bukti<br />
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan<br />
terdakwa.<br />
3) Visum et Repertum (VeR) oleh ahli kedokteran forensik merupakan<br />
salah satu alat bukti dalam kasus perkosaan yang berguna untuk<br />
mengetahui kerusakan fisik yang terjadi pada tubuh korban. Tiaptiap<br />
alat bukti yang telah disebutkan dalam KUHAP mempunyai<br />
kekuatan pembuktian yang sama.<br />
4) Kasus perkosaan sulit dibuktikan dikarenakan jarang adanya saksi<br />
mata selain saksi korban pada saat terjadinya peristiwa tersebut<br />
karena seringkali dilakukan di tempat-tempat tertutup yang tidak<br />
diketahui oleh orang lain.<br />
5) Kecepatan korban dalam melaporkan kasus perkosaan yang<br />
menimpanya memegang peranan yang sangat krusial dalam proses<br />
pembuktian.<br />
Langkah yang harus dilakukan untuk menanggulangi masalah<br />
perkosaan, yaitu:<br />
1) Lembaga-lembaga terkait bersama masyarakat memberikan<br />
pemahaman dan sadar hukum yang berhubungan dengan tindak<br />
asusila kepada semua lapisan masyarakat yang ditindaklanjuti<br />
dengan penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan dan<br />
perundang-undangan yang berlaku.<br />
2) Restorative justice terhadap pelaku perkosaan diluar persidangan<br />
sehingga dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara<br />
hukum dan secara moral, dengan harapan dapat memberikan efek<br />
jera kepada masyarakat agar tidak melakukan perbuatan serupa.<br />
3) Mendorong untuk dibentuk suatu persidangan khusus yang mana<br />
para aparat penegak hukumnya semua terdiri dari perempuan/<br />
wanita, baik dari kepolisian, kejaksaan, hingga kehakiman sehingga<br />
96