prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
f) Korban sering lebih cenderung menjawab dengan tidak rileks saat<br />
assessment psikis. Gejala trauma bisa tidak terlihat. Fase<br />
penyangkalan dan rasa bersalah bisa akibatkan korban terlihat<br />
tenang & baik-baik saja. Ini sering disalahartikan dan dilaporkan<br />
sebagai bahwa korban tidak terguncang, tidak trauma atau baik-baik<br />
saja adalah sangat merugikan;<br />
g) Lakukan juga assessment psikis pembanding di lembaga atau ahli<br />
jiwa independen yang lebih mengerti soal trauma dan bisa menggali<br />
persoalan psikis korban dengan lebih mendalam dan teliti.Jangan<br />
abaikan hasil assessment psikis, salah 'membaca' gejala trauma akan<br />
merugikan korban yang sedang butuh keadilan;<br />
h) Bila dalam proses kasus, aparat melakukan pemaksaan konfrontasi<br />
antara korban dan pelaku, pastikan korban didampingi konselor.<br />
Proses tersebut sebenarnya sangat merugikan korban karena saat<br />
korban dipertemukan dengan pelaku, ia bisa merasa terintimidasi,<br />
tertekan, dan labil;<br />
i) Mempertemukan korban dan pelaku di luar pengadilan tanpa<br />
pendamping atau konselor bisa berpotensi mencederai keadilan bagi<br />
korban;<br />
j) Karena korban yang tertekan bisa berubah karena takut atau tidak<br />
enak hati. Apalagi bila pelaku adalah orang dekat;<br />
k) Jauhkan korban dari pelaku. Sangat disarankan mengevakuasi<br />
korban ke rumah aman; dan<br />
l) Libatkan lembaga-lembaga dan pegiat isu kekerasan seksual saat<br />
memproses kasus untuk mendapatkan dukungan lebih kuat. Mereka<br />
juga akan men-support pengetahuan tentang UUPA.<br />
Alasan lain mengapa perlunya perlindungan dan pendampingan<br />
korban kekerasan seksual adalah dengan melihat dampak dari kekerasan<br />
seksual yang sangat mengerikan bagi korban. Kebanyakan korban<br />
kekerasan seksual merasakan kriteria psychological disorder yang<br />
disebut post-traumatic stress disorder (PTSD), gejala-gejala berupa<br />
ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang tinggi, emosi yang kaku<br />
setelah peristiwa traumatis. Beitch-man et al (dalam Tower, 2002),<br />
korban yang mengalami kekerasan membutuhkan waktu satu hingga<br />
tiga tahun untuk terbuka pada orang lain. Finkelhor dan Browne (dalam<br />
Tower, 2002) menggagas empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan<br />
seksual, yaitu:<br />
1) Betrayal (penghianatan)<br />
Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan<br />
seksual. Sebagai anak individu percaya kepada orangtua dan<br />
kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan<br />
anak dan otoritas orangtua menjadi hal yang mengancam anak.<br />
2) Traumatic sexualization (trauma secara seksual)<br />
122