prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
7) Penyakit seksual.<br />
Maka dapat dilihat perlunya kekhususan sejak awal terhadap<br />
seseorang yang menjadi korban kekerasan seksual sehingga akhirnya<br />
kekhususan ini memberikan ruang gerak yang baik untuk korban itu<br />
sendiri. Hal tersebut menjadi pusat perhatian yang terletak khusus<br />
kepada korban. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa pengertian<br />
perlindungan korban dapat dilihat dari dua makna, yaitu:<br />
1) Dapat diartikan sebagai “perlindungan hukum untuk tidak menjadi<br />
korban tindak pidana”, (berarti perlindungan HAM atau<br />
kepentingan hukum seseorang).<br />
2) Dapat diartikan sebagai “perlindungan untuk memperoleh jaminan<br />
atau santunan hukum atas penderitaan atau kerugian orang yang<br />
telah menjadi korban tindak pidana”, (jadi identik dengan<br />
“penyantunan korban”). Bentuk santunan itu dapat berupa<br />
pemulihan nama baik (rehabilitasi), pemulihan keseimbangan batin<br />
(antara lain dengan pemaafan), pemberian ganti rugi (restitusi,<br />
kompensasi, jaminan atau santunan kesejahteraan sosial), dan<br />
sebagainya. 4<br />
Sekarang ini Indonesia telah memiliki undang-undang yang<br />
secara khusus mengatur tentang Perlindungan Korban Kejahatan yaitu<br />
melalui Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan<br />
Saksi dan Korban. Selain memiliki undang-undang yang secara khusus<br />
mengatur tentang perlindungan korban kejahatan, Indonesia juga<br />
memiliki beberapa ketentuan yang mengatur tentang perlindungan.<br />
Dalam beberapa undang-undang tertentu dapat ditemukan pengaturan<br />
tentang perlindungan korban kejahatan:<br />
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)<br />
Sekalipun KUHP mencantumkan aspek perlindungan korban<br />
kejahatan berupa pemberian ganti kerugian, namun ketentuan ini<br />
tidak luput dari berbagai kendala dalam pelaksanaannya, yaitu:<br />
a. Penetapan ganti rugi tidak dapat diberikan oleh hakim sebagai<br />
sanksi yang berdiri sendiri di samping pidana pokok, jadi hanya<br />
sebagai “syarat khusus” untuk dilaksanakannya atau dijalaninya<br />
pidana pokok yang dijatuhkan kepada terpidana;<br />
b. Penetapan syarat khusus berupa ganti kerugian ini hanya dapat<br />
diberikan apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu<br />
tahun atau pidana kurungan;<br />
4 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan<br />
Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, (Jakarta: Kencana, 2007),<br />
hlm. 61.<br />
149