prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
<br />
<br />
<br />
dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus<br />
juta rupiah).”<br />
Jika pasal tersebut dibandingkan dengan pasal-pasal lain pada<br />
UU Perlindungan Anak seperti pasal 81, pasal 82, pasal 83, dan<br />
pasal 84 yang masing-masing mengatur perbuatan yang berbeda<br />
maka akan didapati perbedaan pada ancaman pidananya.<br />
Ancaman pidana pada pasal 81, 82, 83, dan 84 yaitu pidana<br />
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3<br />
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga<br />
ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp60.000.000,00 (enam<br />
puluh juta rupiah). Sedangkan ancaman pidana pada pasal 88<br />
eksploitasi anak secara seksual hanya pidana penjara paling<br />
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak<br />
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tanpa terdapat batasan<br />
pidana minimum seperti pada pasal-pasal sebelumnya.<br />
Ancaman pidana sebagaimana yang disebutkan dalam pasal88<br />
tersebut dirasa tidak sesuai, karena frasa “eksploitasi anak<br />
secara seksual” memiliki cakupan yang lebih luas, namun<br />
ancaman yang diberikan justru lebih kecil.<br />
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan<br />
Kekerasan Dalam Rumah Tangga juga terdapat ketidaksesuaian<br />
ancaman pidana, yaitu pada pasal 46 dan pasal 47. Pasal 46<br />
tidak mencantumkan pidana minimum, sedangkan di pasal 47<br />
dicantumkan pidana minimum.<br />
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan<br />
Tindak Pidana Perdagangan Orangmenganggap tindakan<br />
mengeksploitasi anak secara seksual lebih ringan tingkat<br />
kejahatannya daripada persetubuhan, pencabulan, perdagangan,<br />
atau tindakan translpantasi organ terhadap anak.<br />
E. Solusi<br />
Berdasarkan uraian di atas telah diketahui bahwa terdapat<br />
permasalahan dalam pengaturan khusus mengenai kekerasan seksual<br />
terhadap anak di Indonesia sehingga mengakibatkan pengaturan<br />
mengenai kekerasan seksual. Oleh karena itu, perbaikan ulang terhadap<br />
pengaturan khusus terkait kekerasan seksual terhadap anak tersebut<br />
sangat penting untuk segera dilakukan. Berikut formulasi perbaikan<br />
tersebut:<br />
1. Merumuskan definisi kekerasan seksual dan kriteria-keriteria<br />
perbuatan yang termasuk sebagai tindak kekerasan seksual secara<br />
ekplisit dan terstruktur pada setiap pengaturan khusus yang terkait<br />
dengan kekerasan seksual. Misalnya memasukan tindakan<br />
eksploitasi anak secara ekonomi dan/atau seksual dan tindakan<br />
pelecehan atau perbuatan tidak senonoh kepada anak ke dalam<br />
36