29.06.2015 Views

prosidingshn2014

prosidingshn2014

prosidingshn2014

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Simposium Hukum Nasional 2014<br />

seperti menyentuh, meraba, mencium dan/atau melakukan tindakantindakan<br />

lain yang tidak dikehendaki korban; memaksa korban<br />

menonton produk pornografi, gurauan-gurauan seksual yang tidak<br />

dikehendaki korban; ucapan-ucapan yang merendahkan dan<br />

melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin/seks korban;<br />

memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan korban dengan<br />

kekerasan fisik maupun tidak; memaksa melakukan aktivitasaktivitas<br />

seksual yang tidak disukai, merendahkan, menyakiti, atau<br />

melukai korban. 10 Akan tetapi secara yuridis, definisi korban<br />

kekerasan seksual belum terakomodasi dalam suatu redaksi yang<br />

mencakup kekerasan seksual secara umum. Hal ini dikarenakan<br />

peraturan perundang-undangan mengenai kekerasan seksual masih<br />

tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan dengan berbagai<br />

bentuk dari ragam tindakan kekerasan seksual itu seperti perkosaan,<br />

perbuatan cabul dan prostitusi. Diantaranya, ketentuan tersebut<br />

berada pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU<br />

No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU No. 23<br />

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.<br />

Penjabaran kekerasan seksual itu pun menjadi permasalahan<br />

tersendiri, misalnyaunsur-unsur pasal yang terlalu rigid hingga<br />

sering meloloskan pelaku dari jerat hukum dan belum<br />

diakomodasinya bentuk kekerasan seksual tertentu seperti perkosaan<br />

yang dilakukan antara laki-laki dewasa maupun perkosaan oleh<br />

perempuan terhadap laki-laki.<br />

2. Penanganan Korban Kekerasan Seksual<br />

Sistem Peradilan Pidana dapat digambarkan secara singkat<br />

sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk “menanggulangi kejahatan”.<br />

Menanggulangi yang dimaksudkan disini adalah usaha untuk<br />

mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas<br />

toleransi masyarakat. Sistem ini dianggap berhasil apabila diprosesnya<br />

sebagian besar dari laporan dan keluhan masyarakat yang telah menjadi<br />

korban dari suatu kejahatan, diajukannya pelaku ke muka sidang<br />

pengadilan dan diputuskan serta mendapat pidana. 11 Tugas dari sistem<br />

ini pun tidak terbatas pada menjerat pelaku dengan suatu pemidanaan,<br />

melainkan juga akomodasi kepentingan korban. Dalam menangani<br />

korban pada umumnya, para aparat hukum wajib memperhatikan<br />

korban agar dipenuhi haknya, antara lain: 12<br />

10<br />

Achie Sudiarti Luhulima, Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak<br />

Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Alternatif Pemecahannya, (Jakarta:<br />

Pusat Kajian Wanita UI, 2000), hlm. 11-12.<br />

11 Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana,<br />

Kumpulan Karangan Buku Kedua, (Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan<br />

Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, 1997), hlm. 140.<br />

12 Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang<br />

107

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!