prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
Menurut pasal tersebut, terjadinya perkosaan tidak perlu dibuktikan<br />
dengan terdapat atau tidaknya kekerasan atau ancaman kekerasan. Apabila<br />
salah satu pihak (dalam RUU KUHP, perempuan) tidak menyatakan<br />
persetujuan atau menunjukkan kehendaknya dalam melakukan hubungan<br />
seks dengan pihak lainnya (dalam RUU KUHP, laki-laki), maka tindakan<br />
tersebut dapat disebut sebagai perkosaan.<br />
Terhadap hal tersebut, delegasi SHN merekomendasikan untuk mengganti<br />
frasa “ancaman kekerasan” dengan “bertentangan dengan kehendak”<br />
sebagaimana yang sudah diatur dalam RKUHP tentang pencantuman<br />
pengertian pemerkosaan yang tertera dalam ketentuan umum RKUHP.<br />
<br />
Poin 1.2 Tidak menjelaskan definisi mengenai “Pemerkosaan”.<br />
Rekomendasi 1.2 Mencantumkan pengertian “Pemerkosaan”.<br />
Pasal 285 juga tidak menjelaskan definisi mengenai “Pemerkosaan”<br />
serta terdapat kurangnya kepastian hukum dalam Kitab Undang-Undang<br />
Hukum Pidana (KUHP) yang hanya mengatur mengenai ancaman pidana<br />
maksimal tanpa memperhatikan pengaturan pidana penjara minimum.<br />
Hingga saat ini batasan perkosaan dalam hukum positif Indonesia ialah<br />
tindakan menyetubuhi seorang wanita yang bukan istrinya dengan<br />
kekerasan atau ancaman kekerasan.<br />
Dalam pasal tersebut, perkosaan didefinisikan secara amat limitatif.<br />
Perkosaan menurut KUHP tidak termasuk tindakan KSTP (kekerasan<br />
seksual terhadap perempuan) dalam bentuk hubungan penis pelaku melalui<br />
anus (secara anal) atau mulut korban (secara oral). 5<br />
Belakangan, definisi perkosaan dinilai perlu diperluas agar tidak hanya<br />
tentang penetrasi penis terhadap vagina. Perkosaan harus didefinisikan<br />
sesuai dengan pengalaman korban. Encyclopedia of Rape mengemukakan<br />
bahwa realitas fisik perkosaan tidak berubah dari waktu ke waktu, yaitu<br />
penetrasi dari vagina, atau lubang lainnya, dengan penis (atau benda lain)<br />
tanpa persetujuan dari wanita atau pria korban. Polaschek, Ward & Hudson,<br />
memberi definisi perkosaan sebagai penetrasi pada anus, vagina oleh penis,<br />
jari atau benda lain atau penetrasi penis pada mulut. Bahkan memaksa orang<br />
lain melakukan hal itu juga disebut sebagai perkosaan. 6<br />
Di Indonesia, bentuk perkosaan berupa insersi penis ke lubang atau<br />
organ lain selain vagina, seperti anus atau mulut dan benda selain bagian<br />
tubuh ke dalam vagina atau anus beberapa kali terjadi. Namun, kasus-kasus<br />
tersebut biasanya hanya dijerat dengan pasal pencabulan, misalnya saja<br />
yang terjadi pada korban YF yang dipaksa untuk melakukan oral oleh para<br />
5 Prof. Agus Purwadianto, Disertasi Doktoral: Perkosaan Sebagai pelanggaran<br />
Hak Asasi Manusia, hlm. 12.<br />
6<br />
Priyanto Aadil, “Makalah Perkosaan dan Pencabulan”, diakses dari<br />
https://www.academia.edu/3710743/Makalah_Perkosaan_dan_pencabulan.docx pada 20<br />
Juli 2014.<br />
183