prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum<br />
waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama<br />
sembilan tahun.”<br />
Permasalahan yang terdapat di dalam pasal ini adalah adanya penyamaan<br />
status antara korban kekerasan seksual pada anak dan korban kekerasan<br />
seksual bukan anak namun dalam kondisi pingsan atau tidak berdaya yang<br />
ditunjukkan dengan adanya sanksi yang sama, yaitu sembilan tahun. Perlu<br />
diketahui bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23<br />
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum<br />
berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Adanya<br />
penyamaan status antara korban kekerasan seksual pada anak dan korban<br />
kekerasan seksual bukan anak namun dalam kondisi pingsan atau tidak<br />
berdaya akan menimbulkan suatu permasalahan yang akan berdampak<br />
buruk pada ancaman hukuman pidana para pelaku kekerasan seksual karena<br />
dapat diartikan bahwa semakin muda umur korbannya, maka semakin<br />
ringan hukumannya. Delegasi SHN juga merekomendasikan untuk<br />
ditentukannya penjelasan yang tegas dalam hal pengertian, kategorisasi,<br />
siapa dan kondisi yang dapat dikatakan termasuk kedalam keadaan korban<br />
yang tidak berdaya seperti yang telah dijelaskan di dalam Poin 2.2.<br />
Namun, selain KUHP, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang<br />
Perlindungan Anak juga sudah memberikan perlindungan khusus bagi anakanak<br />
yang mengalami kekerasan seksual.<br />
Poin 3.2 Mempertanyakan mengenai rumusan delik dalam pasal 287,<br />
“apakah saksi yang melihat tindakan pemerkosaan bisa melaporkan?”<br />
Rekomendasi3.2 Melakukan revisi terhadap Pasal 287, delik Pasal 287<br />
KUHP adalah delik biasa bukan delik aduan.<br />
Permasalahan selanjutnya adalah pasal 287 KUHP tergolong jenis delik<br />
aduan yang berarti delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan<br />
atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Pertanyaannya<br />
adalah, “apakah saksi yang melihat tindakan pemerkosaan bisa<br />
melaporkan?” Menurut Mr. Drs. E Utrecht dalam bukunya Hukum Pidana<br />
II, dalam delik aduan penuntutan terhadap jenis delik tersebut digantungkan<br />
pada persetujuan dari yang dirugikan (korban). Dalam hal perkosaan,<br />
kebanyakan korban yang telah diperkosa tidak bisa melaporkan kejadian<br />
buruk yang telah menimpanya saat itu juga, karena selain mereka<br />
mengalami trauma perkosaan, terkadang mereka juga mendapatkan<br />
ancaman dari pelaku sehingga merasa takut untuk melaporkan. Korban<br />
perkosaan baru bisa melaporkan kejadian tersebut ketika mereka sudah<br />
merasa lebih tenang. Proses tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama,<br />
sehingga bukti-bukti yang ada ketika tindakan perkosaan tersebut sudah<br />
hilang, seperti noda sperma. Hal tersebut akan bermasalah pada<br />
pembuktian. Dengan kurangnya barang bukti yang ada, para pelaku tindak<br />
189