prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
bentuk penyediaan shelter (tempat), bantuan hukum, rehabilitasi sosial,<br />
pemulangan, dan reintegrasi korban. Namun, ketersediaan layanan ini di<br />
masing-masing tempat masih berbeda dan belum memiliki acuan tentang<br />
Standar Pelayanan Minimal yang harus disediakan oleh masing-masing<br />
lembaga penyelenggara layanan bagi perempuan dan anak korban<br />
kekerasan.<br />
Sedangkan LSM memiliki program penghapusan eksploitasi seksual<br />
anak, termasuk bagi korban perdagangan orang. Kegiatan yang dilakukan<br />
lembaga tersebut mulai dari pendampingan korban, menyediakan shelter<br />
untuk korban, pendidikan masyarakat, pendidikan kesehatan reproduksi<br />
remaja, kampanye antitrafiking, kajian, dan advokasi peraturan daerah<br />
tentang perlindungan perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan<br />
termasuk di antaranya perdagangan orang dan eksploitasi seksual. Tim<br />
Penggerak PKK juga telah melakukan kegiatan pelayanan berbasis<br />
masyarakat dalam membantu pencegahan terjadinya kekerasan, termasuk<br />
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perdagangan orang.<br />
<br />
Poin 9.3 Kurangnya sumber daya manusia terlatih untuk menangani korban<br />
kekerasan seksual pada Unit Pelaporan Kekerasan Seksual di tingkat<br />
kabupaten/kota.<br />
Rekomendasi<br />
9.3.1 Menyesuaikan jumlah tenaga terampil agar sebanding dengan jumlah<br />
kasus yang ada di provinsi tersebut.<br />
9.3.2 Setiap provinsi harus mempunyai data yang valid mengenai jumlah<br />
kasus kekerasan seksual.<br />
Kurangnya sumber daya manusia yang terlatih dalam menangani korban<br />
kekerasan seksual pada Unit Pelaporan Kekerasan Seksual di tingkat<br />
kabupaten/kota ini juga menjadi permasalahan lain. Dengan begitu<br />
memang dibutuhkan penyesuaian jumlah tenaga terampil agar sebanding<br />
dengan jumlah kasus yang ada di provinsi tersebut. Hal ini diperlukan<br />
untuk memaksimalkan penanganan terhadap korban kasus kekerasan<br />
seksual. Setiap provinsi harus mempunyai data yang valid mengenai<br />
jumlah kasus kekerasan seksual, agar dapat dilakukan pemantauan terhadap<br />
bagaimana kasus ini berkembang di masyarakat dan dapat diketahui<br />
bagaimana hasil dari upaya pemberantasan kekerasan seksual ini.<br />
<br />
Poin 9.4 Sulitnya akses korban kekerasan seksual terhadap dokter forensik<br />
untuk mendapatkan visum et repertum yang digunakan sebagai alat bukti<br />
yang valid.<br />
Rekomendasi 9.4 Menjamin akses yang mudah bagi korban kekerasan<br />
seksual untuk menjalani pemeriksaan oleh dokter forensik.<br />
207