prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
PENJELASAN TABEL TINJAUAN HUKUM SIMPOSIUM HUKUM<br />
NASIONAL 2014<br />
KOMISI 1<br />
MATERIIL<br />
1. PASAL 285<br />
Poin 1.1 Frasa “kekerasan” atau “ancaman kekerasan” dalam pasal 285<br />
membuat rumusan dalam pasal ini menjadi terlalu sempit.<br />
Rekomendasi 1.1 Mengganti frasa “ancaman kekerasan” dengan<br />
“bertentangan dengan kehendak” sebagaimana diatur dalam Rancangan<br />
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tentang pencantuman<br />
pengertian pemerkosaan yang tertera dalam ketentuan umum RKUHP.<br />
Secara materiil, dianggap perlu adanya perbaikan pada pasal 285, yang<br />
berbunyi "Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan<br />
memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan,<br />
diancam karena perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas<br />
tahun". Frasa “kekerasan” atau “ancaman kekerasan” dalam pasal 285<br />
membuat rumusan dalam pasal ini menjadi terlalu sempit.<br />
Apabila merujuk pada pasal 89 KUHP, definisi kekerasan dalam pasal<br />
285 adalah mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil<br />
secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala<br />
macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya. Selain itu, yang<br />
dapat disamakan dengan “melakukan kekerasan” adalah membuat orang<br />
jadi pingsan atau tidak berdaya. 1 Oleh sebab itu, untuk membuktikan<br />
terjadinya tindakan perkosaan, maka harus terdapat kekerasan atau ancaman<br />
kekerasan yang seringkali diartikan sebagai kekerasan fisik yang harus<br />
dibuktikan dengan luka atau bekas luka yang terdapat dalam tubuh korban<br />
yang diakibatkan oleh pelaku.<br />
Pada kenyataannya, banyak terdapat peristiwa perkosaan yang terjadi<br />
tanpa kekerasan atau ancaman kekerasan fisik, tetapi menggunakan<br />
kekerasan mental atau psikologis. National Victim Center and Crime<br />
Victims Research and Treatment Center (1992) menunjukkan bahwa<br />
korban-korban perkosaan mengalami permaksaan, ancaman, dan kekerasan<br />
yang menyakitkan, baik secara fisik maupun secara psikis 2 , misalnya pada<br />
kasus RW, seorang mahasiswi Universitas Indonesia yang diperkosa oleh<br />
seniman Sitok Srengenge dibawah tekanan mental dan psikis.<br />
Dengan rumusan kekerasan atau ancaman kekerasan pula, maka<br />
gagasan bahwa perempuan tidak menghendaki atau menyetujui (consent)<br />
1 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar-komentarnya<br />
Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1995), hlm. 98.<br />
2 Bagus Takwin, Membongkar Mitos Perkosaan, (dalam Jurnal Perempuan Edisi<br />
71: Perkosaan dan Kekuasaan), hlm. 12.<br />
181