29.06.2015 Views

prosidingshn2014

prosidingshn2014

prosidingshn2014

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Simposium Hukum Nasional 2014<br />

Pada faktor hukum, ada tiga aspek yang harus diperhatikan<br />

dalam memahami hambatan yang dihadapi korban yaitu aspek<br />

substansi, struktur dan budaya hukum. Di tingkat substansi, sekalipun<br />

ada penegasan pada hak atas perlindungan dari kekerasan dan<br />

diskriminasi, berbagai jenis kekerasan seksual belum dikenali oleh<br />

hukum Indonesia, ataupun pengakuan pada tindak kekerasan tersebut<br />

masih belum utuh. Dalam konteks perkosaan, hukum Indonesia hanya<br />

mengakomodir tindak pemaksaan hubungan seksual yang berbentuk<br />

penetrasi penis ke vagina dan dengan bukti-bukti kekerasan fisik akibat<br />

penetrasi tersebut.Padahal, ada banyak keragaman pengalaman<br />

perempuan akan perkosaan, sehingga perempuan tidak dapat menuntut<br />

keadilan dengan menggunakan hukum yang hanya memiliki definisi<br />

sempit atas tindak perkosaan itu. Di tingkat struktur, lembaga penegak<br />

hukum mulai membuat unit dan prosedur khusus untuk menangani<br />

kasus kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual.<br />

Sayangnya, unit dan prosedur ini belum tersedia di semua tingkat<br />

penyelenggaraan hukum dan belum didukung dengan fasilitas yang<br />

memadai. Di tingkat kultur atau budaya hukum, banyak penyelenggara<br />

hukum mengadopsi cara pandang masyarakat tentang moralitas dan<br />

kekerasan seksual.<br />

Akibatnya, penyikapan terhadap kasus tidak menunjukkan<br />

empati pada perempuan korban, bahkan cenderung ikut menyalahkan<br />

korban. Pertanyaan seperti memakai baju apa, sedang berada dimana,<br />

dengan siapa jam berapa merupakan beberapa pertanyaan yang kerap<br />

ditanyakan oleh aparat penegak hukum ketika menerima laporan kasus<br />

perkosaan. Pertanyaan semacam itu tidak saja menunjukkan bahwa<br />

tiadanya perspektif korban tapi juga bentuk mengakimi korban dan<br />

menjadikan korban mengalami kekerasan kembali (reviktimisasi).<br />

Persoalan lain yang seringkali muncul adalah tersedia tidaknya<br />

perlindungan saksi dan korban yang mumpuni. Pada sejumlah kasus,<br />

korban tidak mau melaporkan kasusnya karena kuatir balas dendam<br />

pelaku. Korupsi dalam proses penegakan hukum yang begitu mengurat<br />

akar juga menjadi hambatan bagi perempuan korban yang kehilangan<br />

keyakinan bahwa ia akan memperoleh proses hukum yang adil dan<br />

terpercaya. Faktor lain yang mempengaruhi akses perempuan korban<br />

perkosaan pada proses mencari keadilan dan pemulihan adalah faktor<br />

politik. Dalam konteks konflik, proses pengungkapan kebenaran sangat<br />

ditentukan oleh itikad baik politik (good will) penyelenggara negara.<br />

2. Ranah Kekerasan Seksual<br />

Kekerasan seksual bisa terjadi pada siapa saja dan kapanpun.<br />

Data Komnas Perempuan tahun 2012 menunjukkan kekerasan seksual<br />

terjadi disemua ranah yaitu personal, publik dan negara. Jumlah paling<br />

tinggi terjadi di ranah personal, yaitu ¾ dari total kekerasan seksual. Di<br />

126

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!