prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
Selain itu, terdapat bukti psikologis yang dapat dijadikan bukti tetapi<br />
tidak dijadikan pertimbangan yang kuat oleh hakim. Padahal bukti<br />
psikologis yang dianalisis oleh psikiater atau psikolog dapat<br />
mendeskripsikan sindrom trauma pascaperkosaan (Post Traumatic Rape<br />
Syndrome atauPTRS) sebagai bagian dari PTSD (Post Traumatic Stress<br />
Disorder). Kesaksian yang mengandalkan sindrom ini harus diperlakukan<br />
hati-hati dengan maksud baik dan harus melindungi pelaku terhadap<br />
tuduhan atau fitnahan korban. Keberlakuan sindrom PTSD tadi sebagai<br />
bukti di pengadilan dianggap memenuhi syarat pada kondisi sebagai<br />
berikut:<br />
1. Ketiadaan persetujuan korban.<br />
2. Beratnya kerusakan tubuh korban ditinjau dari perkara perdatanya.<br />
3. Pembelaan terhadap perilaku jahat korban.<br />
4. Penjelasan terhadap perilaku korban yang inkonsisten dengan<br />
pengaduan perkosaannya.<br />
Dan dapat dianggap sebagai bukti ilmiah dan diterima peradilan bila<br />
memenuhi hal-hal sebagai berikut:<br />
1. Bukti yang ditunjukkan sesuai dengan reaksi khas terhadap perkosaan<br />
dan tak boleh membuat penyimpulan hukum bahwa “korban telah<br />
diperkosa”.<br />
2. Saksi ahli benar-benar di bidangnya.<br />
3. Ada alas dasar yang cukup.<br />
4. Diperbolehkan pemeriksaan silang terhadap saksi ahli lainnya secara<br />
bebas.<br />
5. Dapat mempertahankan argumen kesaksian ahlinya tentang sindroma<br />
tersebut terhadap upaya pebelaan terdakwa oleh pihak mereka.<br />
PERSIDANGAN:<br />
8.2.3 Pada saat pemeriksaan saksi korban di pengadilan, terdakwa harus<br />
dikeluarkan dari ruang sidang.<br />
8.2.4 Selama proses peradilan berlangsung, saksi korban berhak<br />
didampingi oleh pendamping.<br />
8.2.5 Mengusulkan agar poin 2.3 dan 2.4 dituangkan dalam Peraturan<br />
Mahkamah Agung (PERMA).<br />
Kemudian pada tahapan persidangan, pada saat pemeriksaan saksi<br />
korban di pengadilan, terdakwa harus dikeluarkan dari ruang sidang. Hal<br />
ini memang sering dilakukan oleh hakim-hakim yang biasanya telah<br />
berpengalaman dalam menangani kasus kekerasan seksual. Atau selama<br />
persidangan, korban yang dikeluarkan dari ruang persidangan. Hal-hal<br />
seperti ini dilakukan untuk mempermudah proses pembuktian dan<br />
pengambilan keterangan serta untuk tidak membuat korban merasa<br />
semakin tertekan karena berhadapan dengan terdakwa. Selain itu, selama<br />
204