prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
akhirnya, kekerasan seksual menjadi kesenyapan yang membayangi<br />
korban semata.<br />
Melihat dari hakikatnya, kekerasan dapat dibedakan dari aspek<br />
kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikologis, kekerasan<br />
politisdan kekerasan ekonomi. Merupakan hal yang penting untuk<br />
membuat spesifikasi kekerasan karena sebenarnya tindakan kekerasan<br />
yang bernuansakan seksual tidak sekedar melalui fisik belaka. 3 Komnas<br />
Perempuan membagi kekerasan seksual menjadi 15 (lima belas) jenis,<br />
yaitu perkosaan, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual,<br />
pelecehan seksual, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan<br />
seksual, percobaan perkosaan, kontrol seksual, pemaksaan aborsi,<br />
penghukuman bernuansa seksual,pemaksaan perkawinan, prostitusi<br />
paksa, pemaksaan kehamilan, praktik tradisi bernuansa seksual dan<br />
pemaksaan kontrasepsi. 4 Akan tetapi, luasnya spektrum kekerasan<br />
seksual tersebut belum dipahami secara tepat bahkan oleh penegak<br />
hukum sekalipun. Hukum pada dasarnya merupakan cerminan dari<br />
nilai-nilai kultural tentang seksualitas yang berlaku di masyarakatnya.<br />
Melalui hukum, nilai-nilai kultural tersebut disahkan, dikukuhkan dan<br />
dilanggengkan. 5 Seringkali, kekerasan seksual dianggap sebagai<br />
kejahatan terhadap kesusilaan semata. Pandangan semacam ini bahkan<br />
didukung oleh negara melalui muatan di dalam Kitab Undang-Undang<br />
Hukum Pidana (KUHP). Dalam KUHP, kekerasan seksual seperti<br />
perkosaan dianggap sebagai pelanggaran terhadap kesusilaan.<br />
Penganggapan ini tidak saja mengurangi derajat perkosaan yang<br />
dilakukan, namun juga menciptakan pandangan bahwa kekerasan<br />
seksual adalah persoalan moralitas semata.<br />
Paradigma demikian pun begitu terinstitusionalisasi di<br />
masyarakat hingga akhirnya berdampak ke perilaku para penegak<br />
hukum dalam menangani korban kekerasan seksual. Kerangka berpikir<br />
yang membatasi bahwa kekerasan seksual adalah sifat merusak<br />
kesusilaan mengandung variabel relatif dimana penafsiran kesusilaan<br />
bergantung pada pendapat umum pada waktu dan tempat itu. 6 Absennya<br />
penjelasan resmi tentang istilah kesusilaan yang digunakan,<br />
menyebabkan masyarakat (khususnya aparat hukum) seringkali terjebak<br />
3 Purnianti dan Rita Serena Wibisono, Menyingkap Tirai Kekerasan<br />
dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Mitra Perempuan, 2003), hlm. 14.<br />
4 Komnas Perempuan, Kekerasan Seksual: Kenali dan Tangani, hlm.<br />
14-16.<br />
5<br />
Rahayu Surtiati Hidayat dan E. Kristi Poerwandari, Perempuan<br />
Indonesia dalam Masyarakat yangTengah Berubah: 10 Tahun Program Studi<br />
Kajian Wanita, Jakarta: Program Pascasarjana UniversitasIndonesia, 2001,<br />
hlm. 381<br />
6 R. Soesilo, KUHP beserta Penjelasan Pasal demi Pasal, Bogor:<br />
Politeia, 1996,<br />
105