29.06.2015 Views

prosidingshn2014

prosidingshn2014

prosidingshn2014

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Simposium Hukum Nasional 2014<br />

Pun setelah Permenneg PP&PA No. 1 Tahun 2010 diundangkan,<br />

penanganan polisi pada kasus kekerasan seksual, khususnya di Jakarta,<br />

masih mengalami kendala yang sama. Hal ini terrefleksikan pada contoh<br />

kasus yang ditangani oleh pendamping hukum korban UH di salah satu<br />

LBH perempuan di Jakarta sebagai berikut: 21<br />

Kasus perkosaan Aster (bukan nama sebenarnya) anak usia 15 tahun<br />

oleh pelaku usia 25 tahun. Awal berhubungan dengan korban adalah ketika<br />

pendamping mendapatkan telepon dari tetangga korban pada hari Sabtu di<br />

saat hari libur pendamping. Setelah berkoordinasi dengan koordinator<br />

divisi, pendamping datang ke Kantor Polres untuk mendampingi korban<br />

membuat laporan, visum, dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).<br />

Setelah mendampingi korban membuat laporan pada jam 10 pagi,<br />

pendamping langsung membawa korban untuk visum di rumah sakit jam<br />

12 siang sampai jam 5 sore. Setelah visum jam 5 sore kembali lagi ke<br />

Kepolisian untuk BAP sampai jam 10 malam.<br />

“Sampai di Polres sudah buat laporan kita damping, karena waktu itu<br />

libur jadi nggak bikin surat kuasa. Kami tetap mengenalkan diri sebagai<br />

pendamping dari LBH. Akhirnya dipersilahkan untuk membuat laporan<br />

kejadiannya kapan, 3 hari yang lalu. Kalau diperkosa 3 hari yang lalu itu<br />

sudah kelamaan. Anaknya takut mau ngaku dia baru berani cerita<br />

sekarang. Ya sudah kita buat laporan, kita data, kita visum. Laporan belum<br />

dibuat, hanya pendaftaran saja dibuat surat rujukan, kita visum di RSCM.<br />

Jadi langsung ke RSCM. Visum langsung dapat hasilnya, waktu itu harus<br />

didampingi polisi. Karena tidak bisa jalan sendiri. Setelah itu, langsung<br />

kembali lagi ke Polres. Setelah di Polres baru kita dibuatkan laporan.<br />

Setelah dibuat laporan di SPK, kita diarahkan ke Unit PPA di BAP. Saya<br />

bingung kok langsung di BAP. Udah hari ini buat laporan aja karena<br />

selesai visum itu sudah jam 7 malam masak langsung di BAP. Harusnya<br />

tunggu kondisi korban dulu karena kondisi korban itu masih capek. Kami<br />

menyerahkan ke pihak korban, mau di BAP sekarang lebih baik. Loh<br />

biasanya kami damping nggak seperti ini. Biasanya diberi kebebasan. Tapi<br />

dari pihak korban kayaknya sudah ketakutan. Ya sudah sekarang saja. Pas<br />

di tengah-tengah pemeriksaan dia bilang, „Mbak, aku capek, gimana kalau<br />

besok aja?‟ setelah itu kita ngomong ke penyidik bisa nggak ditunda aja<br />

untuk besok. Ya sudah, nanti kita ada pemeriksaan tambahan. Karena<br />

mereka memang awam hukum.”<br />

Adapun selama pemeriksaan, menurut pendamping hukum UH, polisi<br />

memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan dan<br />

menyudutkan korban, antara lain:<br />

21 SY. Ernaweni, Tesis: Penanganan Hukum Kasus Kekerasan Seksual terhadap<br />

Anak Perempuan berdasarkan Pengalaman Pendamping Hukum,<br />

199

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!