prosidingshn2014
prosidingshn2014
prosidingshn2014
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Simposium Hukum Nasional 2014<br />
percakapan ringan, rayuan, penipuan, menjadi korban pemerkosaan dan<br />
atau dikorbankan kepada orang lain untuk dijadikan objek pencabulan.<br />
Suyanto (2002) menjelaskan bahwa maraknya praktik<br />
perdagangan anak perempuan untuk tujuan seksual disebabkan berbagai<br />
faktor, yaitu: pertama, adanya kepercayaan para konsumen (laki-laki<br />
hidung belang) bahwa berhubungan seks dengan anak-anak sebagai<br />
obat kuat, obat awet muda dan mendatangkan hoki terntentu. Kedua,<br />
anak-anak dipandang masih bersih dari penyakit kelamin dan belum<br />
banyak yang “memakainya” sehingga lebih menambah selera<br />
konsumen. Faktor pertama dan kedua merupakan pandangan dari<br />
seorang pedofil yang menyukai untuk melakukan hubungan seks<br />
dengan anak-anak. Ketiga, orang tua terkadang memandang anak<br />
perempuan sebagai aset yang mendatangkan keuntungan, sehingga<br />
orang tua sampai hati menjual anak perempuannya, khususnya untuk<br />
harga keperawanannya. Keempat, pandangan seksualitas yang sangat<br />
menekankan arti penting keperawanan sehingga tidak memberi<br />
kesempatan bagi mereka yang sudah tidak perawan untuk menentukan<br />
dirinya, hal ini seperti dua responden penulis yang terjerumus kedalam<br />
sindikat perdagangan perempuan (trafficking in women) karena dipaksa<br />
pacarnya. Kelima, karena jeratan utang. Terkadang orang tua meminjam<br />
uang kepada germo yang sekaligus rentenir dengan bunga sangat tinggi.<br />
Ketika utang sudah jatuh tempo dan dan tidak dapat dikembalikan,<br />
maka anak perempuan yang berutang diminta bekerja kepada germo<br />
tersebut, namun ternyata pekerjaan yang dimaksud sebagai pelayan seks<br />
laki-laki hidung belang. Keenam, adanya kemiskinan struktural dan<br />
disharmoni keluarga yang dapat memicu depresi dan frustasi. 7<br />
Selain itu juga terdapat faktor lain seperti yang ditulis Abdul<br />
Wahid dan Muhammad Irfan (2001:72), yaitu:<br />
1. Pengaruh perkembangan budaya yang semakin tidak menghargai<br />
etika berpakaian yang menutup aurat, yang dapat merangsang pihak<br />
lain untuk berbuat yang tidak senonoh dan jahat;<br />
2. Gaya hidup atau pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang<br />
semakin bebas, kurang bisa lagi membedakan mana yang<br />
seharusnya boleh dikerjakan dengan mana yang dilarang dalam<br />
hubungannya dengan kaidah akhlak mengenai hubungan laki-laki<br />
dengan perempuan;<br />
3. Rendahnya pengalaman dan penghayatan terhadap norma-norma<br />
keagamaan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Nilai-nilai<br />
keagamaan yang semakin terkikis di masyarakat atau pola relasi<br />
horizontal yang cenderung makin meniadakan peran agama adalah<br />
7<br />
Dalam: Huraerah, Abu. 2007. Child Abuse (Kekerasan<br />
terhadap Anak). Bandung: Penerbit Nuansa.<br />
70