12.07.2015 Views

PNACU645

PNACU645

PNACU645

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

98 Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesiakesenjangan yang besar dalam pemberian layanan kesehatan reproduksi. Sebuah temuanproyek penelitian sosial yang dilakukan belum lama ini di Sulawesi Selatan memperlihatkanbahwa pihak pemberi layanan kesehatan dan sejumlah departemen yang bertanggung jawabatas pengawasan HIV/AIDS di Watampone membutuhkan pelatihan untuk merawat danmemberikan layanan kepada orang yang mengalami PMS dan HIV/AIDS. Selain itu,perempuan di Mamuju diketahui hanya mempunyai akses terbatas ke layanan kesehatan(Ruddick, 2000: 25).Isu yang juga sama pentingnya adalah kesehatan perempuan secara keseluruhan. Sudahjelas bahwa kesehatan umum pekerja seks berkaitan erat dengan kondisi kerja mereka. Sebuahtemuan kunci dari suatu survei terhadap 25 perempuan yang diperdagangkan ke dalamindustri seks menuturkan bahwa mereka mengalami kekerasan ekstensif dan menderitaluka-luka serius, yang tak pelak berdampak negatif serius terhadap kesehatan mereka secarakeseluruhan (Dzuhayatin & Silawati, 2002b: 82-83). Kekerasan serupa (dan karena itukesehatan yang buruk) sangat mungkin terjadi di dalam beberapa segmen sektor seks (yaitupekerja seks jalanan, penjual teh botol, dll.) sementara mereka yang bekerja di rumah bordillokalisasi tampaknya secara umum menikmati kondisi kerja yang lebih baik.Tingkat Penganiayaan, Kekerasan dan PelecehanSulit untuk menilai tingkat kekerasan dan penganiayaan yang dialami oleh pekerja seksperempuan. Tidak banyak penelitian mengenai subjek tersebut, sehingga harus mengandalkandata yang lebih bersifat eksperiensial.Di lokalisasi Kramat Tunggak, Jakarta, dilaporkan bahwa setiap malam terjadi kekerasan disana dan setiap tiga bulan, rata-rata terjadi satu pembunuhan. Korban biasanya adalah pekerjaseks yang dibunuh oleh pelanggan/kekasih mereka atau pelanggan yang suka berkelahi diantara mereka sendiri. Kekerasan ini tetap terjadi meskipun sudah ada penjaga dan polisiyang ditugaskan untuk menjaga keamanan di sana (Sedyaningsih-Mamahit, 1999: 1103).Sehingga masuk akal untuk mengasumsikan bahwa pola kekerasan semacam itu umumterjadi di rumah bordil dan kawasan rumah bordil. Misalnya, di Kalimantan Timur, seorangpemilik rumah bordil mengatakan bahwa perkelahian antarpelanggan terjadi setiap malamdan terkadang mereka juga memukul pekerja seks (Wawancara, 2002). Hal serupa jugaterjadi di sebuah lokalisasi di Lampung; kepala desa di sana mengatakan bahwa parapelanggan sering melakukan kekerasan sehingga masyarakat setempat akhirnya menempatkansekelompok kecil petugas keamanan. Di Surabaya, LSM Yayasan Abdi Asih, membeberkansebuah insiden di mana seorang pekerja seks ditonjok mukanya oleh seorang pelangganketika ia mencoba bersikeras agar si pelanggan memakai kondom (Sulistyaningsih, 2002:57). Sebuah LSM di Yogyakarta juga menganggap kekerasan sebagai bagian sehari-hari dalamsektor seks setempat (Wawancara, 2002). Dan sekali lagi di Yogyakarta, PKBI melaporkanbahwa banyak pekerja seks yang menggunakan jasa keamanan untuk melindungi diri merekadari kekerasan (Wawancara, 2002).

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!