12.07.2015 Views

PNACU645

PNACU645

PNACU645

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

108 Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesiademikian, tidak diragukan bahwa keterlibatan pemerintah mempunyai sisi positif sekaligusnegatif serta catatan keuntungan yang bervariasi.Kesimpulannya, tampaknya penting untuk dikemukakan bahwa istilah ‘rehabilitasi’ danpraktik terkait berupa pemberian pendidikan moral didasarkan pada asumsi bahwa pekerjaseks perempuan mempunyai perilaku yang agak menyimpang dan membutuhkan pertolonganuntuk memulihkan kehormatan dan moralitas mereka. Contohnya, pusat rehabilitasi diKramat Tunggak dinamai ‘Panti Rehabilitasi Wanita Tuna Susila’, yang bernada moralistis.Sikap dan persepsi pemerintah secara garis besar mencerminkan sikap sosial yang lebih luas.Kepada topik inilah kita sekarang akan memusatkan perhatian kita.Persepsi Sosial terhadap Kerja Seks dan Pekerja SeksSeperti halnya di dalam banyak masyarakat dan sudah pasti di Asia Tenggara, sikap sosialterhadap kerja seks adalah rumit dan biasanya berstandar ganda. Di satu sisi, ada persepsisosial yang sudah menjadi persepsi umum bahwa pekerja seks bermoral rendah, sumberpenyakit, seperti PMS, penyebab keretakan keluarga dan pernikahan serta mengakibatkankorupsi moral dalam diri lelaki (Sedyaningsih-Mamahit, 1999: 1101). Di sisi lain, lelakiIndonesia adalah pembeli utama jasa seks komersial dan masyarakat secara umumdiuntungkan secara langsung maupun tak langsung dari kehadiran dan penghasilan yangdiberikan oleh industri seks dan pekerja seks.Berkaitan dengan wacana moralitas, kerja seks tidak dapat diterima karena bertentangandengan karakter yang dijunjung tinggi secara sosial, seperti keperawanan perempuan yangbelum menikah dan kesetiaan perempuan yang sudah menikah. Pengutukan terhadap perilakuini tercermin dalam razia rumah bordil dan serangan lain terhadap pekerja seks dan daerahlokalisasi.Kendati demikian, juga penting untuk diamati bahwa melalui kerja sekslah banyak perempuanmemenuhi kewajiban sosial mereka yang terpenting – yaitu, merawat dan menghidupi keluargamereka. Sejumlah perempuan muda mengungkapkan bahwa pihak keluarga mengizinkanmereka untuk menjadi pekerja seks karena tuntutan dari situasi sosioekonomi mereka. Ambil,misalnya, kasus seorang perempuan muda Jakarta yang menghidupi seluruh keluarganyadengan penghasilannya, sebuah fakta bahwa keluarganya tahu dan menerima profesinya(Galpin, 2002). Demikian pula kenyataan bahwa begitu banyak perempuan secara teraturmengunjungi rumah mereka dan biasanya kembali ke kampung halaman setelah masa kerjamereka sebagai pekerja seks usai, lalu menikah dan membentuk keluarga, semakinmemberikan keyakinan bahwa strategi ekonomi ini diterima secara diam-diam. Karena itu,masuk akal untuk mengatakan bahwa meski kerja seks dari segi sosial tidak ingin dibiarkanatau didorong, hal itu dapat dipastikan diterima secara diam-diam.Perlakuan masyarakat terhadap pekerja seks sering kali bernada amat moralistis namunpada pokoknya tidak mengutuk. Misalnya, seperti yang dikatakan seorang sumber,

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!