12.07.2015 Views

PNACU645

PNACU645

PNACU645

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

124 Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia• Pada tahun 2002, sebuah berita melaporkan bahwa data dari pemerintah Indonesiamenunjukkan bahwa dalam waktu satu tahun antara 1993 sampai 1994, lebih dari2.000 perempuan meninggalkan Singkawang untuk berangkat ke Taiwan (Arsana,2001). Bila diasumsikan bahwa dalam setahun dilangsungkan kurang lebih 2.000pernikahan, maka angka ini konsisten dengan angka 27.000 yang disebut di atas.Pelaku dan MetodeSumber LSM setempat juga berita-berita di koran semuanya menyebutkan bahwa ada tigatingkat agen yang bekerja dalam sistem pengantin pesanan. Ada biro perjalanan di Taiwan,agen di Singkawang, dan calo pernikahan lokal di desa. Sejumlah berita mengenai subjektersebut memberikan indikasi bahwa “suami” atau “pembeli” dari Taiwan biasanya adalahburuh atau purnawirawan. Sebagian calon suami ini tiba melalui perjalanan yang sudahdiatur oleh biro perjalanan di Taiwan yang bekerja sama dengan calo di Singkawang. Menurutsebuah sumber, lelaki Taiwan membayar hingga Rp.90 juta kepada calo (Kearney, 2002),seorang calo lain mengaku bahwa ia mengenakan biaya Rp.60 juta, di mana hampir Rp.40juta di antaranya merupakan keuntungan bagi agen (Arsana, 2001). Harga tersebut sudahtermauk akomodasi, pesta pernikahan, dan pungutan yang harus dibayarkan kepada aparatimigrasi, polisi dan calo setempat.Sebuah berita menuturkan bahwa pemerintah Taiwan membatasi jumlah perempuan asingyang dapat memasuki Taiwan untuk menikah setiap tahunnya. Indonesia hanya diberi jatah360 visa. Untuk mengakali kuota tersebut, para agen di Singkawang sering kali mendaftarkanYuen adalah anak perempuan sebuah keluarga yang amat sederhana di Singkawang, Kalimantan. Pada bulanNovember 1993, ia menikah dengan perantaraan seorang calo. Saat itu ia baru berusia 17 tahun. Calonsuaminya adalah mekanik berusia 35 tahun asal Taiwan. Orang tua Yuen menerima Rp.1,5 juta untukkontrak pernikahan itu. Setelah menikah, Yuen dan suaminya tinggal di sebuah flat di Taipei. Lima bulankemudian Yuen hamil dan melahirkan seorang putra pada bulan Desember 1994. Suaminya ternyata sukamabuk-mabukan dan berjudi, sehingga mereka dibelit kesulitan keuangan. Seorang kawannya dariIndonesia yang juga menikah dengan lelaki Taiwan lalu membantunya memperoleh pekerjaan gelap disebuah pabrik elektronik. Berkat pekerjaannya itu, Yuen dapat menabung sebagian gajinya dan mengirimkanuang kepada orang tuanya setiap 2-3 bulan sekali.Suatu malam di bulan Maret 1995, suaminya pulang dalam keadaan mabuk. Mengetahui bahwa Yuenmempunyai tabungan, ia menyuruh Yuen untuk menyerahkannya kepadanya. Semula Yuen menolak,namun setelah ia memukulinya, Yuen terpaksa memberikan semua uang yang telah ia sembunyikan. Ia lalumenelepon ibunya untuk mengungkapkan apa yang terjadi. Ibunya menasihatinya agar bersabar danmencurahkan lebih banyak perhatian kepada anaknya. Namun suaminya terus memukulinya danmemaksanya untuk menyerahkan seluruh gajinya. Ia juga mulai mengurungnya di rumah karena takut kalauYuen akan melarikan diri.Dengan bantuan temannya, ia berhasil menyelundupkan perhiasan dan pakaiannya keluar rumah setiap kaliia pergi kerja. Setelah menabung cukup uang untuk membeli tiket pulang, ia dan anaknya kembali keIndonesia pada bulan September 1996. Tetapi ayah Yuen sama sekali tidak merasa iba dan malahmenyalahkannya karena tidak mampu mempertahankan pernikahannya. Ia merasa terbeban dengankembalinya Yuen ke rumah.Sumber: Safitri, 2001

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!