12.07.2015 Views

PNACU645

PNACU645

PNACU645

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

56 Perdagangan Perempuan dan Anak di IndonesiaMauwanatul berumur 17 tahun dan berbobot 50 kilogram ketika ia tiba di Singapura pada tahun 2000. Iadirekrut untuk bekerja di sana sebagai PRT, sebuah pekerjaan yang akan membantu menghidupi keluargayang ditinggalkannya di Indonesia.Pada bulan Desember 2001, ketika ia ditemukan oleh polisi, beratnya hanya 36 kilogram dan di tubuhnyaterlihat bekas-bekas dari 200 luka. Di badannya tampak luka bakar, sayatan, memar, dan luka yang masihmenganga. Ia disundut dengan rokok, disiram air panas, ditonjok, dicambuk dan diketok dengan palu.Majikannya, seorang pramuwisata berumur 47 tahun memberikan pengakuan kepada polisi: “Saya begitusering memukulinya, sampai saya tidak tahu sudah berapa kali melakukannya”.Seperti kebanyakan PRT di Singapura, Mauwanatul tidak memperoleh jaminan standar upah minimum,dapat dituntut untuk bekerja tiada henti-hentinya dan tidak secara otomatis berhak memperoleh satu harilibur setiap minggu.Majikannya tidak memberi makanan yang cukup bagi Mauwanatul. Sering kali ia hanya menelan mi instanuntuk makan siang dan malamnya. Kelaparanlah yang memicu serangan yang kemudian mengakhiri hidupnya.Karena dituduh mencuri sisa bubur yang tidak dimakan oleh bayi perempuan majikannya, ia ditendangbegitu keras sampai perutnya pecah. Beberapa hari kemudian ia ditemukan terbaring kesakitan dalam kaosyang berlumuran muntah. Pada waktu polisi datang, ia sudah tidak dapat diselamatkan lagi.(Sumber: Baker 2002)Sejumlah studi menunjukkan bahwa banyak perempuan kembali ke Indonesia sebelumberakhirnya jangka waktu kontrak dua tahun mereka, terutama mereka yang bekerja diTimur Tengah, beberapa studi bahkan mengindikasikan bahwa lebih dari 60% perempuankembali dalam waktu satu tahun. Mengingat potensi kerugian finansial dan utang yangdihadapi migran yang kembali lebih awal dari waktu yang disepakati, ini mungkin merupakanindikator tentang kesulitan yang mereka hadapi di negara tujuan serta kondisi kerja yangkeras (Hugo, 2002: 170-171).Buruh migran Indonesia rentan terhadap banyak kekerasan di negara tujuan. Status tidakresmi dari banyak buruh membuat mereka lebih rentan terhadap kekerasan dan kecilkemungkinan bahwa mereka akan mencari bantuan karena mereka takut akan dideportasiatau dipenjarakan. Seorang pengamat mengemukakan bahwa majikan sering kali lebih memilihtenaga kerja yang berstatus tidak resmi karena mereka lebih murah dan tidak akan banyakmengeluh. “Dengan mempekerjakan warga Indonesia secara ilegal, majikan dapatmembayarkan upah yang rendah tanpa perlu menawarkan tunjangan seperti asuransi ataukompensasi tenaga kerja, terhindar dari ketentuan membayar pajak kepada negara ataspenggunaan tenaga kerja asing, dan, dalam beberapa kasus, memaksakan jam kerja yangpanjang dalam kondisi yang keras, sebab mereka tahu bahwa buruh tersebut tidak akanmelapor kepada pihak berwenang karena takut akan dideportasi” (Jones, 2000: 4).PRT terutama sangat rentan karena pekerjaan mereka terbatas di dalam rumah pribadi majikansaja, dan tidak ada perlindungan hukum bagi buruh sektor informal seperti mereka. PRTsering kali mengeluh bahwa gaji mereka tidak dibayar, harus bekerja selama 15 jam ataubahkan lebih dalam sehari tanpa mendapat hari libur, tempat tinggal tidak aman dan kotor,dikurung di rumah dan mengalami kekerasan atau pelecehan seksual. Buruh migran Indonesiajuga melaporkan bahwa mereka mengalami kekerasan fisik, psikis, dan seksual selama bekerjadi luar negeri (Koalisi LSM Indonesia, 2002: 7-8). Sudah banyak kasus yang dilaporkan di

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!