12.07.2015 Views

PNACU645

PNACU645

PNACU645

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

48 Perdagangan Perempuan dan Anak di IndonesiaWalaupun banyak risiko yang terkandung dalam profesi buruh migran, dan banyakperempuan merasa terdesak untuk bekerja di luar negeri demi memperoleh cukupuang untuk menghidupi keluarga mereka, bekerja di luar negeri juga dapat membuatseseorang lebih kuat dan percaya diri. Dengan bekerja di luar negeri, perempuanmenjadi mandiri, memperoleh penghasilan sendiri dan dapat lebih banyak mengaturpenggunaan uang keluarga, serta merasakan suka duka tinggal dan bekerja di negaralain. Hasil studi oleh Raharjo menunjukkan bahwa banyak buruh migran perempuanmenyatakan “pelarian dari batasan-batasan yang ditetapkan oleh keluarga” sebagaimotivasi penting untuk bermigrasi (Hugo, 2002: 173). Kita jangan selalu melihatburuh migran perempuan sebagai korban eksploitasi dan kekerasan atau sebagaiperempuan yang tidak mempunyai kekuasaan atas pilihan dan nasib mereka. Migrasiuntuk menjadi buruh adalah pilihan yang sah, dan kebebasan bergerak adalah hakasasi manusia yang tertera dalam Universal Declaration of Human Rights, Pasal 13(UNHCR: 99).Reni (nama samaran) tinggal dengan ibu, kedua saudara dan ayah tirinya yang pengangguran diIndramayu, Jawa Barat. Ibunya menjual makanan kecil untuk menghidupi keluarga mereka. Reniberusia 14 tahun dan telah lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ketika ia didekati olehseorang calo tenaga kerja. Ia menawarkan pekerjaan di sebuah pabrik elektronik di Malaysia. Renidijanjikan akan menerima gaji RM600 [kira-kira Rp.1,4 juta] per bulan. Tawaran ini merupakankesempatan yang bagus bagi Reni untuk membantu ibunya mencari nafkah demi keluarga mereka.PJTKI di Jakarta mengenakan Reni Rp.1,5 juta untuk biaya perekrutan dan kemudian menjualnyake PJTKI lain. PJTKI kedua ini kemudian lalu menempatkannya di penampungan selama limabulan sebelum mengirimnya ke Malaysia. Begitu ia tiba di pabrik pengalengan ikan, paspor palsuyang dibuatkan oleh PJTKI itu disita darinya. Di paspor itu, nama dan tanggal lahirnya telahdiubah.Di pabrik itu setiap hari ia harus bekerja selama 12 jam, dan terus berdiri sepanjang jam kerja.Reni juga harus bersinggungan dengan bahan kimia dalam pekerjaannya, namun ia tidak diberisarung tangan atau pun masker pelindung. “Tangan saya terluka karena bahan-bahan kimia tersebut.Perusahaan tempat saya bekerja tidak mau memberikan perawatan medis dan malah memaksasaya untuk terus bekerja. Setelah 11 bulan, saya tidak tahan lagi, sehingga saya melarikan diri.Namun saya tertangkap oleh Kepolisian Malaysia dan mereka menahan saya selama lima bulankarena saya adalah buruh migran gelap yang tidak mempunyai surat-surat yang sah. Saya kemudiandideportasi ke Medan. Di sana saya bekerja sebagai penjaga toko selama dua bulan untukmemperoleh cukup uang demi perjalanan kembali ke kampung halaman.”Sumber: Safitri, 2001

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!