12.07.2015 Views

PNACU645

PNACU645

PNACU645

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

144 Perdagangan Perempuan dan Anak di IndonesiaPeran Perempuan dalam KeluargaDi kalangan masyarakat urban kelas menengah, citra perempuan ideal 2 adalah sebagai seorangistri dan ibu yang mengabdi. Peran ibu rumah tangga disanjung secara sosial, ibu rumahtangga sendiri dijuluki ‘Ratu Rumah Tangga’ (Sitepu, 2000: 190). Istri dan ibu adalah titikpusat rumah tangga dan keluarga “ ialah yang mengatur keuangan keluarga, membuatkeputusan-keputusan penting tentang rumah tangga dan keluarga, ditugasi dengan semuaaspek dalam membesarkan anak (termasuk memilih sekolah, profesi dan pasangan mereka)dan menangani semua masalah, mulai dari kesulitan ekonomi sampai krisis keluarga yanglebih umum sifatnya (Magnis-Suseno, 1997: 167; Hatley, 1990: 180; Keeler, 1990: 129).Meski manifestasi keistimewaan perempuan di dalam lingkungan domestik beragam antarasatu daerah dengan daerah lain, 3 di dalam negeri, tempat perempuan pada pokoknya masihtetap di dalam rumah tangga dan bahwa arti dan kekuasaan dirinya di lingkungan ini tidakdapat dipungkiri lagi. 4 Namun hal ini bukan berarti perempuan mempunyai kekuasaan mutlakdi dalam rumah atau bahwa ia, ketimbang suaminya yang menjadi kepala rumah tangga.Sebaliknya, hal ini menunjukan bahwa di dalam lingkungan rumah tanggalah nilai sosialdan kekuasaan perempuan terlihat paling jelas “ sebagai istri dan ibu. 5Citra domestik tersebut semakin dikukuhkan oleh prisip-prinsip dan kebijakan-kebijakannegara. Contohnya, pada tahun 1978 Pembinaan Kesejahteraan Keluarga mengeluarkanPanca Dharma Perempuan (Lima Tugas Perempuan) yaitu: sebagai istri, berdiri di sampingsuaminya; sebagai pengelola rumah tangga; sebagai ibu, bertanggung jawab atas reproduksidan pendidikan anak-anak; sebagai pencari nafkah tambahan; dan sebagai warga negaraIndonesia (Aripurnami, 2000: 58; Bianpoen, 2000: 159).‘Tugas-tugas’ ini sangat penting karena mereka menekankan bahwa tempat perempuan adalahdi dalam rumah, sementara secara bersamaan mengakui keadaan di mana ia hanya dapatmemenuhi tanggung jawab sosialnya dengan melangkah keluar dari lingkungan rumahtangganya. 6 Yang menarik adalah sering kali jenis pekerjaan yang diambil oleh perempuan2Yang dimaksud ‘perempuan‘adalah perempuan dewasa, yang umumnya berarti sudah berumur di atas 18 tahun. DiIndonesia, masa kedewasaan, paling tidak secara koseptual, dikaitkan dengan pernikahan. Yaitu, ketika seorang gadis menikah,secara sosial ia dianggap sudah menjadi seorang perempuan. (Grijns, 1992: 111). Menurut Pasal 7 UU Perkawinan No.1/1974,pernikahan dapat dilakukan oleh anak perempuan berusia 16 tahun ke atas atau anak perempuan di bawah umur 16 tahundengan izin pengadilan. Lihat Bab IV E, Kebijakan dan Undang-Undang yang Bias Gender.3Keistimewaan perempuan dalam lingkungan rumah tangga tercermin dalam pelbagai cara. Contohnya, dalam kebudayaanSunda, ada upacara agama yang merayakan pentingnya arti ibu dalam kehidupan sosial (Grijns, 1992: 111-112). Demikian jugadi Jawa, kerap makam ibu, ketimbang makam ayah, dijadikan tempat untuk berziarah, melambangkan hubungan khususdengan anak-anaknya (Mulder, 1996a: 96). Lebih umum lagi, pola garis darah bilateral komprehensif memberikanpenghargaan kepada peran ibu (dan perempuan) dalam tatanan sosial (Mulder, 1996a: 91).4Arti perempuan di dalam rumah kembali ditegaskan melalui karya-karya sastra (Oey-Gardiner & Sulastri, 2000: 17).Contohnya, sejumlah novel dan film terutama memfokuskan pada betapa pentingnya keharmonisan di dalam rumahdengan kesulitan yang dialami perempuan dijadikan sebagai ‘tragedi rumah tangga yang gawat‘, seperti perceraian, menjadijanda, dan perkawinan tanpa anak (Sumardjo, 2000: 30, 38, 53, 57).5Pendapat Brenner tentang rumah tangga Jawa, “sebenarnya dalam kebanyakan rumah tangga Jawa perempuan menikmatikekuasaan de facto yang jauh lebih besar dibandingkan dengan suami mereka … terlepas dari kelas sosial dan pekerjaan, istritetaplah pihak yang mengatur keuangan rumah tangga“ (1995:23).6Ini berhubungan erat dengan sebuah ideologi yang disebut Djajadiningrat-Nieuwenhuis sebagai ‘Ibuisme‘, dimana setiaptindakan atau aktivitas diperbolehkan, selama dilakukan dalam posisi sebagai seorang ibu yang merawat keluarga, kelompok,atau kelasnya (1992: 44).

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!