12.07.2015 Views

PNACU645

PNACU645

PNACU645

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

152 Perdagangan Perempuan dan Anak di IndonesiaDewasa ini, banyak dari bentuk-bentuk sistem ijon dan praktik-praktik serupa perbudakanini masih terus berlangsung di seluruh negeri dan menjalar luas hingga menembus kalanganrakyat biasa. Orang tua di pedesaan masih terus menitipkan anak mereka untuk ‘diasuh’oleh kerabat yang tinggal di kota sebagai pembantu (ILO/IPEC, 2001: 30) dan suatu studiterhadap anak-anak yang bekerja melaporkan bahwa “banyak partisipan studi yang datangke kota karena paman atau bibi atau bahkan sekedar teman atau tetangga yang bekerja dikota datang ke desa untuk menjemput mereka” (Habsyah et al., 1995: 119). Sebuah aspekyang berhubungan dengan jenis perekrutan ini adalah praktik di mana orang tua ‘dibayar dimuka’ untuk penghasilan anak mereka di masa yang akan datang ketika anak itu dikirimuntuk bekerja sebagai PRT. Ini kelihatannya seperti sebuah praktik yang sudah dianggaplazim dan tidak selalu dilihat sebagai suatu bentuk sistem ijon.Demikian juga, dikatakan bahwa praktik menjual anggota keluarga di Asia Tenggara padazaman dulu “memberikan cikal-bakal penting di masa kini untuk praktik perdaganganperempuan, khususnya anak perempuan, demi keuntungan ekonomi (Muecke, 1992: 892).Di Indonesia, argumen ini dapat dibenarkan mengingat industri seks sudah hadir sebelumzaman kolonial Belanda, dan di mana, seperti yang telah disebut di atas, paling tidak sebelasdari komunitas Jawa yang telah terkenal sebagai daerah pemasok selir, kini merupakan daerahpengirim besar untuk pekerja seks di perkotaan (Sulistyaningsih, 2002: 4; cf. Hull et al.,1999). Pada 1994, ada bukti tentang kelangsungan praktik penjualan anak perempuan dibawah umur untuk bekerja selama periode dua tahun di rumah-rumah bordil Jawa Barat(Hull et al., 1999: 52). Dewasa ini, banyak perempuan yang ‘dijual’ ke industri seks tidakmenyamakan praktik ini dengan perbudakan, tetapi melihatnya lebih sebagai suatu ‘kontrak’kerja (Hull et al., 1998: 39).Kelangsungan praktik-praktik itu hingga saat ini menunjukkan bahwa mereka benar-benarmempunyai arti dan tujuan sosial di masyarakat Indonesia, dan karena itu tidak bisa hanyadilihat sebagai eksploitasi atau pelanggaran hak asasi manusia. Situasi ekonomi sulit yangdialami oleh penduduk di seluruh Indonesia semakin mendukung kelanjutan dan prevalensiperdagangan dan sistem ijon baik dalam bentuk historis maupun dalam bentuk yangberkembang dewasa ini. Praktik-praktik ini telah berkembang menjadi apa yang disebutKleinman & Kleinman (1991) sebagai ‘dunia moral setempat’ di mana perilaku seperti itusudah dianggap normal.Namun jangan diartikan bahwa kehadiran praktik-praktik tersebut di masa lalu memberikanvalidasi bagi kelangsungan mereka pada saat kini. Konteks legal dan sosial telah berubahbanyak sehingga praktik-praktik tersebut harus diakui sebagai pelanggaran HAM dan jugatindakan kriminal menurut norma-norma internasional dewasa ini. Akan tetapi, pengetahuanbahwa akan praktik-praktik tersebut merupakan sesuatu yang biasa dan turun-temurunterjadi memberikan penjelasan panjang lebar tentang mengapa mereka masih berlangsungsampai saat ini dan tampaknya dapat diterima di kalangan beberapa segmen masyarakat.Fakta bahwa sistem ijon secara historis merupakan bagian struktur sosial Indonesiamerupakan fasilitator signifikan dalam kelestarian dan kelangsungannya.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!