12.07.2015 Views

PNACU645

PNACU645

PNACU645

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Faktor-faktor yang Mengakibatkan Perdagangan151dirinya (Osborne, 1995: 59; Sadli, 1999: 11). 12 Contoh terakhir ini cocok dengan konsepmasa kini dari penjeratan utang atau sistem ijon. 13Di Indonesia ada sejumlah praktik tradisional yang dapat dikategorikan sebagai perdagangan,sistem ijon dan praktik-praktik terkait yang mencakup berbagai jenis pekerjaan, seperti pekerjaseks, PRT dan buruh kasar. Contohnya, praktik pengambilan gundik di dalam lingkunganbudaya Jawa dapat dikatakan sebagai cikal bakal perdagangan perempuan dan anak untuktujuan seksual. Istana raja dihuni oleh sejumlah besar perempuan yang disebut selir 14 yangdiberikan kepada raja oleh bangsawan sebagai tanda kesetiaan atau sebagai upeti dari kerajaankerajaanlain. Gadis-gadis ini juga sering kali dijual atau diberikan oleh keluarga merekauntuk memperoleh posisi rendah di dalam rumah tangga kerajaan (Sulistyaningsih, 2002: 3-5; Hull et al., 1999: 29). Pola pengambilan gundik serupa terjadi di dalam rumah tanggabangsawan di segenap kawasan tersebut.Sebelas komunitas di Jawa adalah komunitas sumber yang signifikan untuk selir kerajaan dimasa lampau “ Indramayu, Karawang dan Kuningan di Jawa Barat; Pati, Japara, Grobogandan Wonogiri di Jawa Tengah; dan Blitar, Malang, Banyuwangi dan Lamongan di JawaTimur (Sulistyaningsih, 2002: 4; Hull et al., 1999: 29). Praktik ini juga berkembang di kalanganmasyarakat Bali; ketika perempuan berkasta rendah menjadi janda dan tidak dihidupi olehkeluarganya, janda tersebut kemudian berada di bawah kekuasaan raja. Jika sang raja tidakingin memasukkan janda itu ke dalam rumah tangganya, ia mungkin akan dikirim untukbekerja sebagai pekerja seks, dengan sebagian gajinya dikirimkan ke raja (Sulistyaningsih,2002: 4).Buruh ijon dengan kedok sebagai PRT juga sudah merupakan sesuatu yang lazim. Di Jawa,praktik tradisional ngeger diwujudkan dengan mengirimkan anak pada usia muda untuk bekerjapada sanak saudara (Habsyah et al., 1995: 1). Sumber lainnya melaporkan kebiasaan orangtua di pedesaan untuk menitipkan anak mereka dalam ‘asuhan’ kerabat yang tinggal di kotasebagai pembantu (ILO/IPEC, 2001b: 30). Masih di Jawa, rumah tangga kerajaan diisidengan abdi dalem (pelayan) yang mengambil posisi ini untuk membayar upeti danmengekspresikan pengabdian mereka kepada raja atau sebagai kompensasi atasketidakmampuan mereka untuk membayar upeti kepada raja. Beberapa posisi dengan jabatanini adalah penari, penyanyi, pelayan dan pembantu (Sadli, 1999: 12). 1512Untuk diskusi mengenai sejarah ‘perbudakan‘ di Asia Tenggara, lihat Osborne (1995) dan Turton (1980). Pada subjek ini,Osborne mengemukakan “Pengamat Barat dalam dunia tradisional di Asia Tenggara jarang mengerti perbedaan, contohnya,antara budak ‘sesungguhnya‘, yang seumur hidup terpaksa menjadi hamba, dan mereka yang secara sukarela, tetapi untuksementara, menyerahkan kebebasannya untuk membayar utang atau kewajiban lain yang belum terpenuhi“ (1995: 59).13Sistem ijon/penjeratan utang adalah ketika seorang, atau hasil kerjanya, diminta sebagai alat untuk melunasi pinzaman.14Dalam kerajaan Jawa, sudah umum bagi seorang raja untuk mempunyai ratusan selir semasa hidupnya(Utomo, 1999: 10).15Layak diperhatikan bahwa dalam banyak situasi seorang pembantu perempuan juga diharapkan untuk memberikan layananseks kepada majikannya atau sang raja seperti yang dikemukakan oleh Hirschfeld dalam perkataannya bahwa“ Susuhunantinggal di kerajaan sebagai penguasa tunggal atas lebih dari empat ratus lima puluh perempuan, di mana hanya tiga puluhempat di antaranya yang menyandang status istri. Yang lain adalah penari dan pembantu, namun ketika tuan merekamenginginkan, mereka juga harus siap untuk melayani sebagai selir,” (1935: 132 seperti yang dikutip dalam Utomo, 1999: 8).

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!