12.07.2015 Views

PNACU645

PNACU645

PNACU645

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

158 Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesiasaya menginginkan sesuatu yang lebih baik. Karena itu saya melakukan pekerjaan ini” (Krisna,1978 seperti yang dikutip dalam Murray, 1991: 107). Diskusi ini jelas paling banyak ditemuidi kalangan urban Indonesia, karena di kota-kota besarlah kecenderungan ini amat menonjol.Kendati demikian, isu ini bukan hanya milik penduduk kota saja, seperti yang dibuktikanoleh meningkatnya keinginan untuk menikmati produk-produk konsumen dan kekayaanmateriil di seluruh daerah pedesaan di Indonesia dan migrasi keluar untuk bekerja sebagaiefeknya. Seperti yang dikemukakan seorang buruh migran di daerah pedesaan Lombok yangsudah kembali ke tanah air, “yang penting pulanglah ke kampung dengan taksi, jangan denganbus atau jalan kaki. Karena, itu berarti anda sudah berhasil” (Wawancara, 2002). Keberhasilankarena uang ini, mempengaruhi status mereka ketika mereka pulang kampung.Di samping kemunculan konsumerisme ini, ada sejumlah pandangan dan nilai lain yangmenantang jalan tradional menuju kekuasaan. Contohnya, Mulder mengemukakan bahwapara pemuda Jawa, “tumbuh dalam lingkungan yang berbeda sehingga tidak suka padahubungan hierarkis dan perilaku yang penuh kehati-hatian, yang menurut merekaantidemokratis dan sudah kuno” (1996a: 155). Karena itu, patut diperhatikan bahwakekayaan, modernitas, dan simbol-simbol alternatif lainnya mempunyai tempat yang semakinbesar dalam bidang sosial yang lebih luas dan merupakan jalan untuk memperoleh kekuasaansosial.Demikian pula, akses alternatif untuk memperoleh kekuasaan sosial dapat memicu berbagaiperwujudan yang berbeda dari kerentanan terhadap perdagangan. Dengan akses menujukekuasaan kian didikte oleh faktor pendidikan dan kekayaan, kekuasaan pemimpin tradisionalmungkin akan terkikis. Contohnya kepala desa, yang sudah diketahui terlibat dalamperdagangan melalui perekrutan buruh dan pemalsuan akta kelahiran, mungkin tidak akanmempunyai kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi masyarakat di daerahnya di masayang akan datang. Juga para tokoh panutan masyarakat, seperti guru dan dokter, yangmemperoleh status mereka karena cara-cara atau pendidikan mereka yang modern, mungkinakan menantang praktik-praktik, seperti pernikahan dini atau perburuhan anak, yang turutmenyebabkan perdagangan perempuan dan anak.Ini bukan berarti wacana sosial yang muncul akan selalu mengurangi kerentanan terhadapperdagangan perempuan dan anak. Dampaknya akan berbeda-beda, menurut kekhususanwacana budaya alternatif itu sendiri. Yang penting adalah mempertimbangkan bagaimanaekspresi budaya yang muncul berinteraksi dengan dan berdampak terhadap kerentananperdagangan. Yaitu, meski norma-norma sosial memang mengekang, “kebudayaan bukanlahbenda mati; seseorang tidak dicetak begitu saja seperti koin oleh mesin kekuasaan konvensisosial. Mereka dibatasi oleh norma-norma sosial, namun norma bersifat majemuk dan manusiaitu lihai. Bahkan di dalam masyarakat yang memupuk peran problematis bagi perempuandan laki-laki, laki-laki dan perempuan di dunia nyata juga dapat menemukan tempat untukmelemahkan konvensi-konvensi tersebut” (Nussbaum, 1999: 14).

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!