28.11.2014 Views

Mengkaji Implementasi Perda Pelayanan Publik ... - psflibrary.org

Mengkaji Implementasi Perda Pelayanan Publik ... - psflibrary.org

Mengkaji Implementasi Perda Pelayanan Publik ... - psflibrary.org

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

4. Meneguhkan Akses Masyarakat Miskin terhadap Sumber<br />

Daya Hutan: Kajian Atas <strong>Perda</strong>-<strong>Perda</strong> Perhutanan Sosial<br />

(Social Forestry) di Tiga Daerah<br />

1. Latar Belakang<br />

Sebutan “Rich Forest Poor People” dari Nancy Peluco (1992) untuk menggambarkan<br />

kondisi yang bertolak belakang antara kemiskinan masyarakat desa hutan di Jawa<br />

dengan kondisi hutan jati yang mendatangkan banyak pundi sangatlah relevan<br />

sampai sekarang. Bahkan bukan hanya di Jawa, namun telah menjadi fenomena<br />

umum di negara-negara yang kaya dengan hutan tropis, yang oleh kelompok<br />

Greenpeace disebut sebagai surga hutan tropis (paradise forests). Hutan tropis<br />

yang begitu kaya dan telah banyak memberikan keuntungan ekonomi bagi negara<br />

dan aparaturnya sama sekali tidak memberikan dampak bagi kesejahteraan<br />

masyarakat sekitar. Mereka tetap dimiskinkan dengan ketiadaan dan keterbatasan<br />

akses terhadap sumber daya hutan (SDH) yang diklaim sebagai milik negara.<br />

Jangankan menikmati kayu, sekedar mengambil ranting, rencek dan dedaunan<br />

yang jatuh pun selama ratusan tahun harus dilakukan dengan mengendap penuh<br />

ketakutan. Menurut catatan Perhutani (2001), pulau Jawa yang luasnya mencapai<br />

12.524.357 ha, hampir seperempatnya merupakan lahan hutan negara. Sekitar<br />

sepertiga lahan hutan negara yang luasnya mencapai 2.881.949 ha itu, sepertiganya<br />

ditumbuhi pohon jati. Pulau Jawa merupakan penghasil kayu jati terbesar di dunia,<br />

setelah Thailand dan Burma (Peluso, 1992:141). Semenjak zaman kolonial hingga<br />

saat ini, hutan jati di Jawa sepenuhnya dikuasai dan dikelola oleh negara. Nama<br />

dan bentuk pengelolanya mungkin saja berubah, namun fungsi dan ideologinya<br />

sebagai representasi kekuasaan negara dalam bidang kehutanan tidak banyak<br />

mengalami pergeseran substansial. Bahkan kontrol yang dilakukan oleh negara<br />

orde baru lebih ketat dibandingkan dengan negara kolonial Belanda (Peluso dalam<br />

Poffonberger, 1990: 27-53).<br />

Politik sumber daya hutan yang diintrodusir negara dalam kerangka menjamin<br />

kepentingan ekonominya menempatkan MSH (Masyarakat Sekitar Hutan) selalu<br />

dalam posisi marjinal. Dalam sejarah, tragedi awal dari proses marjinalisasi ini<br />

adalah dilansirnya reglemen hutan pertama yang menganggap semua hutan jati<br />

di Jawa adalah kepunyaan negara, tidak terkecuali yang ada di daerah Sunan<br />

Surakarta dan Sultan Yogyakarta . Reglemen ini semakin kokoh dengan keluarnya<br />

Staatsdomein; Staatsblad no 118 tahun 1870 dimana di dalamnya ada pasal yang<br />

memuat keterangan bahwa semua lahan yang di atasnya tidak bisa dibuktikan<br />

hak miliknya atau tanah kosong (woeste gronden), menjadi domain negara. Lahan<br />

yang dimaksud salah satunya adalah lahan yang ditumbuhi hutan jati di Jawa<br />

Gagasan tentang hutan sebagai domain negara sebenarnya sudah diintrodusir oleh Gubernur<br />

Dandeles pada tahun 1808<br />

232

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!