28.11.2014 Views

Mengkaji Implementasi Perda Pelayanan Publik ... - psflibrary.org

Mengkaji Implementasi Perda Pelayanan Publik ... - psflibrary.org

Mengkaji Implementasi Perda Pelayanan Publik ... - psflibrary.org

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

1.<br />

◊<br />

Jawaban<br />

Dede Mariana<br />

Pertama mengenai background anggota legislatif, saya kira itu bagian dari proses<br />

yang berjalan, mestinya pada institusi parpol itu sendiri ada upaya memperbaiki<br />

karena pintunya di partai. Sekarang ini kelihatannya sudah mulai ada kesadaran<br />

itu. Proses pembuatan <strong>Perda</strong> itu sendiri seperti tadi dikomentari oleh penanya<br />

kedua, saya kira memang saat ini kebiasaan perda itu lebih banyak inisiatif dari<br />

eksekutif atau birokrasi. Misalnya saja saya melihat di kota Bandung itu misalnya<br />

ada satu <strong>Perda</strong> yang sedang dipersiapkan, misalnya <strong>Perda</strong> tentang “X”, dari pihak<br />

legislatif menginginkan dibuka ruang partisipasi seluas-luasnya misalnya. Tetapi<br />

begitu bertemu dengan katakanlah sekarang ini kalau perda itu berasal dari usul<br />

prakarsa, ujung-ujungnya ada pembiayaan ditaruh di Setwan. Dan diberitahulah<br />

oleh birokrasi sekretariat dewan bahwa berdasarkan dokumen perencanaannya<br />

adalah seperti ini. Ini cukup 1-bulan, 2-bulan dengan proses administrasi.<br />

Sehingga disini kalau saya melihat justru di dalam membuat regulasi itu melalui<br />

<strong>Perda</strong> terjadi apa yang disebut proses birokratisasi.<br />

Birokratisasi bisa terjadi di eksekutifnya sendiri, bisa juga di legislatif, sehingga<br />

akan kesulitan bagaimana membuka ruang-ruang publik itu. Sehingga kalau tadi<br />

dikatakan naskah akademik dan seterusnya akhirnya tidak bisa sampai kesana,<br />

apalagi keterlibatan stakeholder. Kemudian mengenai ide revitalisasi saya kira<br />

yang kami coba tawarkan sebetulnya bukan menghadirkan sekedar penampilan<br />

fisiknya, saya sependapat kalau katakanlah sempat berkunjung ke satu tempat<br />

di Australia, misalnya ada pasar itu sudah ratusan tahun, tetapi dia bisa turuntemurun<br />

pelakunya, jadi yang jualan daging di kios itu adalah cucu-buyut yang<br />

pernah berjualan. Kalau di kota Bandung seperti Pasar Baru saya kira, wujud<br />

fisiknya saya senang sekarang tapi kalau melihat pelakunya sudah berganti<br />

kemudian kita juga tidak bisa menyalahkan pengembang, karena pengembang<br />

ujung-ujungnya dia bisa menjual kios itu supaya investasi yang ditanamkan itu<br />

kembali. Yang disayangkan pelibatan koperasi. Kalau koperasi dihadapkan kepada<br />

persoalan permodalan sebetulnya Perbankan belum didorong oleh Pemerintah<br />

untuk menjadi fungsi mediasi antara pedagang dengan <strong>org</strong>anisasi koperasinya<br />

sehingga dia bisa memiliki kiosnya lagi.<br />

Memang di Pasar Baru ini kalau saya perhatikan sebagian besar mungkin masih<br />

berlaku prinsip-prinsip jual beli yang tradisional (Pelanggannya, dst.). Tetapi<br />

di Kebon Kelapa ITC bekas Pasar Lama sekarang kebanyakan sudah pedagang<br />

baru. Bahkan di Pasar Ciroyo misalnya di kota Bandung itu sekarang pedagang<br />

lama memblokir gedung sehingga pedagang barupun tidak bisa masuk, sementara<br />

gedung yang sudah direvitalisasi (pasar yang sudah direvitalisasi) tidak bisa<br />

digunakan, ini belum selesai sampai sekarang, sampai-sampai Satpol-PP juga<br />

tidak sanggup mengamankan, dan entah sampai kapan berhentinya negosiasi itu.<br />

Sehingga, maksud saya revitalisasi yang kita pertaruhkan itu, pengelolaannya dan<br />

sejak awal perencanaannya. Kalau tadi disinggung oleh penanya kedua, bahwa<br />

315

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!