Mengkaji Implementasi Perda Pelayanan Publik ... - psflibrary.org
Mengkaji Implementasi Perda Pelayanan Publik ... - psflibrary.org
Mengkaji Implementasi Perda Pelayanan Publik ... - psflibrary.org
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
2. Perumusan Masalah<br />
Sejak awal semangat otonomi daerah dihikmatkan pada kesejahteraan masyarakat.<br />
Asumsi yang dikembangkan sebenarnya sederhana, yaitu dengan adanya otonomi<br />
daerah, pemerintah daerah dapat mengoptimalkan segala kewenangan dan sumber<br />
daya yang dimiliki guna meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan<br />
masyarakat. Sayangnya tidak semua pemerintah daerah mampu mengambil<br />
manfaat dari kesempatan dan peluang ini. Tidak jarang kewenangan lebih yang<br />
dimiliki oleh daerah ini justru dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir pejabat<br />
dan politisi lokal untuk memperkaya diri. Demikian juga bagi hasil pendapatan<br />
yang mereka peroleh dari pusat justru untuk membangun proyek mercusuar yang<br />
jauh dari manfaat publik.<br />
Tidak terkecuali dalam sektor kehutanan. Dengan adanya otonomi daerah, justru<br />
pemerintah daerah ramai-ramai mengeluarkan ijin pemanfaatan hutan dalam<br />
skala kecil. 4<br />
Keluarnya ijin-ijin usaha pemanfaatan hutan di daerah terutama<br />
sejak era otonomi, mendorong tekanan terhadap sumber daya hutan semakin<br />
meningkat. Tidak berbeda dengan pemerintah pusat, banyak pemerintah daerah<br />
hanya menganggap dan melihat hutan sebagai sumber pendapatan yang harus<br />
dieksploitasi secepat mungkin dengan mengabaikan kelestariannya.<br />
Pemerintah daerah seolah menjadi raja-raja kecil dengan kewenangan yang dimiliki<br />
mengkapling-kapling lahan hutan untuk dieksploitasi tanpa mempedulikan<br />
kelestarian dan kepentingan konservasi. Otonomi bukannya memperbaiki sistem<br />
pengelolaan hutan, namun sebaliknya semakin memperparah kondisi kerusakan<br />
hutan. Kewenangan seluas-luasnya pemerintah kabupaten/kota untuk mengelola<br />
sumber daya nasional terbukti tidak berimplikasi positif. Bahkan sebaliknya,<br />
sumber daya hutan cenderung mengalami tekanan yang sangat serius berupa<br />
laju deforestasi yang lebih besar melampaui 2,5 juta hektar/tahun dari rata-rata<br />
5<br />
sebelumnya 1,6 juta hektar. Dalam rangka mendongkrak perolehan PAD, banyak<br />
daerah kaya hutan berusaha memperbesar bagian kabupaten dari iuran, provisi<br />
dan dana yang dibayarkan perusahaan kayu yang beroperasi di wilayahnya.<br />
Tidak heran bahwa banyak peraturan daerah tentang kehutanan yang diterbitkan<br />
kabupaten di masa otonomi ini lebih berorientasi pada pengaturan mekanisme<br />
perijinan pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan dan atau retribusi dan pajak<br />
yang dipungut atas pemanfaatan, pemungutan dan pengangkutan hasil hutan. 6<br />
4 Sebagai contoh, sejak era otonomi Di Kabupaten Malinau, misalnya, sampai bulan Februari 2004<br />
telah dikeluarkan 39 IPPK (ijin pemungutan dan pemanfaatan kayu) dengan luas keseluruhan 56,000<br />
ha, dan di Kabupaten Kutai Barat sampai Agustus 2000 telah dikeluarkan 223 ijin meliputi luas<br />
22,300 hektar. Lihat Warta Kebijakan No 7 November 2002<br />
5 Lihat Otonomi Ancam Pengelolaan Hutan, Kompas 1 Juni 2002.<br />
6 Sebagai contoh adalah <strong>Perda</strong> No 2/2000 Kabupaten Barito Selatan mengatur tentang Retribusi Hasil<br />
Hutan, Hasil Hutan Bukan Kayu dan Hasil Perkebunan, <strong>Perda</strong> No 5/2000 Kabupatan Kapuas mengatur<br />
tentang Tata Cara Pemungutan Hasil Hutan berupa Kayu, <strong>Perda</strong> No. 10/2000 Kabupaten Kapuas<br />
mengatur tentang Pungutan Daerah atas Pengangkutan dan Penjualan Kayu ke luar Kabupaten<br />
Kapuas, dan <strong>Perda</strong> No. /2001 Kabupaten Malinau mengatur Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Kayu.<br />
Lihat “Dampak Desentralisasi dan Otonomi Daerah terhadap Hutan dan Masyarakat Hutan” dalam<br />
Warta Kebijakan no 7 November 2002<br />
236