08.12.2018 Views

Islam dan Kebebasan

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Islam</strong> <strong>dan</strong> ingin bergabung ke Mekah, dia diperbolehkan<br />

melakukannya.<br />

Ayoub (1994) membahas, dengan lebih detail, tradisi dari masa<br />

Nabi yang digunakan oleh para pendukung hukuman mati<br />

untuk membenarkan hukuman mati atas kemurta<strong>dan</strong>. Dia<br />

menyimpulkan: ‘sebenarnya kita memiliki enam, bukan empat<br />

tradisi, dua di antaranya memuat perintah Nabi. Namun,<br />

tradisi ini, seperti yang kita lihat, tidak dapat dijadikan sumber<br />

informasi untuk hukum yang kejam.’<br />

Lalu, apa yang terjadi? Kemurta<strong>dan</strong> adalah gagasan politik.<br />

Dalam masyarakat muslim akhir-akhir ini, syariah dianggap<br />

ilahiah hanya karena ia (secara salah) dianggap demikian. Saat<br />

ini syariah adalah sistem korpus tertutup yang hanya beberapa<br />

individu yang berhak menafsirkan, <strong>dan</strong> membuat aturan <strong>dan</strong><br />

peraturan. Kemurta<strong>dan</strong> <strong>dan</strong> penghujahan menjadi senjata<br />

politik di tangan kelompok politik yang digunakan sebagai alat<br />

menyingkirkan lawan <strong>dan</strong> penentang.<br />

Menurut Roald (2011): ‘Muslim berjumlah besar <strong>dan</strong> harus<br />

mempertahankan jumlah ini sehubungan dengan Kristen<br />

<strong>dan</strong> Yahudi.’ Beberapa argumen dapat ditambahkan guna<br />

mendukung pernyataan ini. Pertama, ada banyak sekali<br />

opini tentang masalah kemurta<strong>dan</strong>, bahkan para ahli<br />

hukum terdahulu berpendapat berbeda-beda. Ibrahim<br />

Syed berargumen bahwa tidak a<strong>dan</strong>ya kebulatan suara<br />

menjadi alasan ‘mengapa beberapa akademisi membedakan<br />

antara kemurta<strong>dan</strong> individu <strong>dan</strong> kemurta<strong>dan</strong> yang disertai<br />

pengkhianatan tinggi.’<br />

Syed lebih lanjut berargumen 22 bahwa ‘sejumlah akademisi<br />

<strong>Islam</strong> dari abad terdahulu termasuk Ibrahim al-Naka’I,<br />

Sufyan al-Thawri... menganggap bahwa murtad sangat<br />

berdosa, tetapi tak satu pun yang mengharuskan hukuman<br />

mati. Di masa modern ini, Mahmud Shaltut, ulama besar<br />

al-Azhar, <strong>dan</strong> Dr Tantawi sependapat akan hal itu’. Ayoub<br />

(1994) menyimpulkan analisisnya dengan mengisyaratkan:<br />

22 http://www.irfi.org/articles/articles_251_300/is_killing_an_apostate_in_the_is.htm<br />

101

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!